Latest Event Updates

POLITIK DAN KEBIJAKAN PUBLIK

Posted on

POLITIK dan KEBIJAKAN PUBLIK

 

Pendahuluan

Merujuk pada pemikiranfilsafat Aristotle (Arestoteles dalam bahasa Indonesia), kebaikan bersama tidak mungkin tercipta tanpa virtus. Virtus diartikan bukan hanya kebajikan semata, tetapi lebih luas dari itu, yakni: keadilan, keberanian, solidaritas, serta kebijaksanaan itu sendiri. Berbagai keutamaan itu bukan hanya dilihat sebagai kualitas Negara-kota pada masa Yunani kuno (polis) yang pernah ada, tetapi suatu tindakan atau tatanan yang membawa kebaikan bersama yang tidak hanya ditetapkan melalui penetapan hukum semata. “Kebaikan bersama” diartikan dalam refleksi Aristotle sebagai tata solidaritas dalam polis itu sendiri. Apa yang bukan kebaikan bersama adalah tindakan atau tatanan yang mempersulit atau pun menghancurkan penciptaan solidaritas dalam polis. Tak mungkin ada kebaikan (atau kehidupan) bersama tanpa virtus.

Dari perpektif idiologi politik tentu segera kita kenali tendensi-tendensi korporatisme-totaliter didalamnya. Lebih lanjut Rousseau menyatakan bahwa sumber moralitas bukan terletak pada diri individu melainkan pada kehendak komunitas (volonte generale). Gagasan ini mengandaikan bahwa kehendak komunitas atau kehendak umum bukan sekedar penjumlahan dari berbagai kehendak pribagi, melainkan suatu tatanan yang punya realitas sendiri.

Dalam konteks sosiologi refleksi ini adalah gejala baru yang muncul pada abad ke-17 yaitu ekonomi dagang baru (guilda) yang menjamur pada skala luas di Inggris serta hampir diseluruh pesisir pantai-pantai di Eropa yang kemudian melahirkan kapitalisme modern.

Politik tidak ingin meninggalkan noktah hitam dalam lembaran sejarah ilmu dengan memberikan argumen-argumen penghalalan segala cara demi terciptanya kebaikan bersama bagi kelompok, petani, komunitas kecil masyarakat, dan yang lainnya yang bersifat komun (minoritas). Karena itu, politik dalam konteks yang lebih baru berusaha untuk tidak hanya membahas tentang persoalan kekuasaan (memperoleh, mempertahankan, dan memperluas kekuasaan) atau teori-teori politik semata atau membahas partai politik saja, tetapi juga membangun pelembagaan kebijakan politik melalui kekuasaan negara demi terciptanya kembali kebaikan bersama.

Konsep-konsep Politik

Merujuk dariapa yang disampaikan oleh Aristotle setidaknya kita mendapatkan beberapa hal penting untuk dapat mendefinisikan apa itu politik.

  1. politik membahas tentang Negara dalam konteks yang lalu dikenal dengan polia. Pembahsan ini khususnya berkonsentrasi pada bentuk ideal dari suati Negara yang kemudian disebut oleh Aristotle sebagai “kota terbaik”? Bagaimana pula interaksi di antara lembaga-lembagamyang ada dalam lingkup Negara? Dan seharusnya. Krena itu para sarjana-sarjana politik selanjutnya ada yg menjelaskan bahwa, “politik (atau ilmu politik) adalah ilmu yang mempelajari Negara, tujuan-tujuan Negara dan lembaga-lembaga yang melaksanakan tujuan itu: hubungan antara Negara dengan warga Negara serta Negara-negara lain” (Saltou, 1961:4). Selain dengan definisi diatas, J.Barents (1965:23) mengungkapkan bahwa, “ilmu politik adalah ilmu yang mempelajari kehidupan Negara yang merupakan bagian dari kehidupan masyarakat dan ilmu politik mempelajari Negara-negara itu melakukan tugas-tugasnya”.
  2. berkaitan dengan yang pertama, maka politik sangat pasti berkaitan dengan kekuasaan. Untuk mewujudkan kota atau Negara terbaik seperti yang diceritakan oleh Aristotle dan pemikir filsafat politik awal, mengenai kebaikan bersama, perlu kiranya kekuasaan dimiliki pihak-pihak yang akan mengelola Negara. Kekuasaan dalam hal ini sangat diperlikan agar sistem-sistem (khususnya sistem politik) yang dibangun dapat sesuai dengan tujuan yang hendak diraih. Karena itu, ada beberapa scholars yang mengutarakan bahwa politik adalah “ilmu yang mempelajari pembentukan dan pembagian kekuasaan” (Laswell dan Kaplan, 1950). Politik sebagai studi yang mempelajari kekuasaan juga disampaikan oleh Deliar Noer (1965:56) seorang scholar politik yang menyatakan bahwa, “Ilmu politik memusatkan perhatian pada masalah kekuasaan dalam kehidupan bersama atau masyarakat. Kehidupan seperti ini tidak terbatas pada bidang hukum semata-mata, dan tidak pula Negara yang tumbuhnya dalam sejarah hidup manusia relatif baru. Di luar bidang hukum serta sebelum Negara ada, masalah kekuasaan itupun telah ada. Hanya dalam zaman modern ini memang kekuasaan itu berhubungan era dengan Negara”. Fleictheim dalam bukunya fundamentals of political science (1952:17) juga menekankan bahwa politik berkaitan dengan kekuasaan dimana menurutnya: “ilmu politik adalah ilmu sosial yang khusus mempelajari sifat dan tujuan dari Negara sejauh Negara merupakan organisasi kekuasaan, beserta sifat dan tujuan dari gejala-gejala kekuasaan lain yang tak resmi, yang dapat mempengaruhi Negara”.
  3. merujuk pada penggambaran Aristotle tentang polis, maka dapat disarikan bahwa politik pun membahas tentang keberadaan warganegara sebagai etitas penting dalam kehidupan bernegara. Etintas yang tentu saja diinginkan oleh Aristotle adalah etintas yang memiliki keseragaman nilai dan tujuan sehingga pencipta tujuan akan mudah untuk dilakukan. Hal ini tentu saja secara implisit menjelaskan pada kita bahwa Negara perlu melembagakan kebijakan public. Pelembagaan kebijakan publik bukan tanpa maksud dan tujuan. Hal yang paling jelas terlihat dari maksud dan tujuan pelembagaan kebijakan publik ialah mengikat subjektivitas individu kedalam subjektivitas kolektif agar tercipta norma-norma dan nilai-nilai yang relative homogen. Karena itu Dvid Easton dalam bukunya The Political System (1971:128) ia mengatakan bahwa “Ilmu polik adalah studi mengenai terbentuknya kebijakan publik”.

Berbicara tentang kebijakan publik, maka tentusaja kita akan bersinggungan dengan apa yang disebut dengan pengambilan keputusan. Pengambilan keputusan ini merupakan proses yang dilakukan oleh pihak yang berwenang dalam suatu Negara untuk menetapkan kebijakan-kebijakan umu yang terkait dengan kebaikan dan kepentingan bersama.

Konsepsional politik akan berkaitan dengan lima hal penting yakni:

  1. Politik bersinggungan dengan usaha-usaha yang ditempuh warganegara untuk membicarakan dan mewujudkan kebaiakan bersama, pendekatan ini dikenal dengan pendekatan klasik. Dalam konteks ini ilmu politik biasanya menggunakan pendekatan filsafat untuk memahami dan mengerti bagaimana kebaikan bersama dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat dapat diperoleh.
  2. Politik berkaitan dengan penyelenggaraan Negara dan pemerintah. Pendekatan ini sering juga disebut denganpendekatan pelembagaan atau pendekata intitusional. Dalam pandangan ini politik dilihat sebagai yang berkaitan dengan
  3. Struktur-struktur kenegaraan yang mempunyai fungsi dan tugasnya yang berbeda.
  4. Penggunaan kekuasaan untuk memonopoli penyelenggaraan Negara dan kepemerintahan tersebut dan.
  5. Penggunaan paksaan fisik dalam rangka mewujudkan tujuan Negara.
  6. Politik bersinggungan dengan segala kegiatan yang diarahkan untuk mencari dan mempertahankan kekuasaan dalam masyarakat. Pandangan kekuasaan berkaitan dengan konsep-konsep, seperti influence (pengaruh), kemampuan untuk mempengaruhi orang lain agar mengubah sikap dan perilakunya secara sukarela . force, penggunaan tekanan fisik, seperti membatasi kebebasan, menimbulkan rasa sakit atau pun membatasi kebutuhan biologis terhadap pihak lain agar melakukan sesuatu. Persuasion (persuasi), kemampuan meyakinkan orang lain dengan argumentasi untuk melakukan sesuatu. Manipulation (manipulasi), penggunaan pengaruh, dimana orang yang dipengaruhi tidak menyadari bahwa tingkah lakunya sebenarnya mematuhi keinginan pemegang kekuasaan. Coercion, peragaan kekuasaan atau ancaman paksaan yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok terhadap pihak lain agar bersikap dan berperilaku sesuai dengan kehendak dengan pihak pemilik kekuasaan, termasuk sikap dan perilaku yang bertentangan dengan kehendak yang dipengaruhi, autbority (kewenangan).
  7. Politik sebagai konflik dalam rangka mencari atau mempertahankan sumber-sumber yang dianggap penting. Pendekatan ini membahas bagaimana konflik menjadi bahan kajian penting dalam ilmu politik. Konflik dalam hal ini dilihat sebagai akibat dari proses intgrasi didalam masyarakat yang tidak tuntas atau tidak terselesaikan, dalam bahasa lain bahwa konflik dapat dianggap sebagai sebuah patologi sosial akibat kegagalan sebuah proses inegrasi didalam suatu masyarakat.
  8. Politik sebagai kegiatan yang berkaitan dengan perumusan dan pelaksanaan kebijakan public, atau disebut oleh Surbakti (1992:27) dengan istilah fungsionalisme. Fungsionalisme memandang bahwa politik sebagai kegiatan formulasi dan implementasi kebijakan public, sehingga pemisahan antara politik dan administrasi public seperti yang diutarakan oleh Nicholas Henry dalam bukunya Public Administration AND Public Affairs (1980) tidak lagi menjadi ketetapan yang pasti. Karena itu akan banyak singgungan politik dengan kebijakan publik.

Mengapa Mempelajari Kebijakan Publik ?

Menurut Thomas R.Dye (1995) dan James Anderson (1984) ada tiga alasan yang melatar belakangi kebijakan publik perlu untuk mempelajari.

  1. Pertimbangan ilmiah (scientific reasons). Kebijakan public dipelajari dalam rangka untuk menambah pengetahuan yang lebih mendalam. Untuk tujuan ilmiah, kebijakan public dapat dipandang baik sebagai variable devenden maupun variable indevenden.
  2. Pertimbangan profesional (professional resons). Don K.Price (1965:122-135) memberikan pemisahan antara scientific-estate yang hanya mencari untuk kepentingan ilmu pengetahuan dengan profesinal-estate atau professional reasons yang berusaha menetapkan ilmu pengetahuan untuk memecahkan masalah sosial ecara praktis.
  3. Pertimbangan politis (political reasons). Kebijakan public dipelajari pada dasarnya agar pada setiap perundangan dan regulasi yang dihasilkan dapat tepat guna mencapai tujuan yang sesuai target. Dalam hubungan pertimbangan politis ini perlu dibedakan antara policy analysis dan policy advicary. Policy analysis pada dasarnya berhubungan dengan pengetahuan tentang sebab dan akibat yang timbul dari suatu kebijakan public (William Dunn, 1999:3). Sedangkan, policy advocacy khususnya berhubungan dengan apa yang harus dikerjakan oleh pemerintah, dengan kemajuan kebijakan tertentu, melalui diskusi, pendekatan, dan aktifitas politik.

Mendefinisi Ulang Kebijakan Publik

Pendefinisian ini berguna untuk menyediakan sarana komunikasi bagi para perumusan dan analisis kebijakan public dikemudia hari manakala mereka melakukan diskusi dalam ruang politis.

Robert Eyestone dalam bukunya The Threads of Public Policy (1971) mendefinisikan kebijakan public sebagai “hubungan antara unit pemerintah dengan lingkungannya”. Namun sayangnya definisi tersebut masih terlalu luas untuk dipahami sehingga artinya menjadi tidak menentu bagi sebagian besar scholars yang mempelajarinya.

Definisi lain menyatakan bahwa, “kebijakan public adalah apa yang dipilih oleh pemerintah untuk dikerjakan atau tidak dikerjakan” (Thomas R.Dye, 1995:1). Lain dari itu, Richard Rose (1969:x) pun rupannya mendefinisikan kebijakan public sebagai, “sebuah rangkaian panjang dari banyak atau sedikit kegiatan yang saling berhubungan dan memiliki konsekuensi bagi yang berkepentingan sebagai keputusan berlainan”.

Definisi lain mengenai kebijakan public oleh Carl Friedrich (1963:79) yang mengatakan bahwa kebijakan adalah, “serangkaian tindakan atau kegiatan yang di usulkan oleh seseorang, kelompok, atau pemerintah dealam suatu lingkungan tertentu idmana terdapat hambatan-hambatan dan kemungkina kesempatan dimana kebijakan tersebut diusulkan agar berguna dalam mengatasinya untuk mencapai tujuan yang di maksud”.

James Anderson (1984:3) memberikan pengertian atas definisi kebijakan pubik, “serangkaian kegiatan yang mempunyai maksud atau tujuan tertentu yang diikuti dan dilaksanakan oleh seorang actor atau kelompok actor yang berhubungan dengan suatu permasalahan atau suatu hal yang diperhatikan”.

Kebijakan public merupakan keputusan politik yang dikembangkan oleh badan dan pejabat pemerintah. Karena itu karakteristik khusus dari kebijakan public adalah bahwa keputusan politik tersebut dirumuskan oleh apa yang disebut David Easton (1979:212) sebagai “otoritas” dalam sistem politik, yaitu: “para senior, kepala tertinggi, eksekutif, legislative, para hakim, administrator, penasehat, para raja, dan sebagainya.

Definisi tersebut dapat disimpulkan beberapa karakteristik utama dari suatu definisi kebijakan public.

  1. Pada umumnya kebujakan public perhatiannya ditunjukan pada tindakan yang mempunyai maksud atau tujuan tertentu dari pada perilaku yang berubah atau acak.
  2. Kebijakan public pada dasarnya mengandung bagian atau pola kegiatan yang dilakukan oleh pejabat pemerintah daripada keputusan yang terpisah-pisah.
  3. Kebijakan public merupakan apa yang sesungguhnya dikerjakan oleh pemerintah dalam mengatur perdagangan, mengontrol inflasi, atau menawarkan perumahan rakyat, bukan apa maksud yang dikerjakan atau yang akan dikerjakan.
  4. Kebijakan public dapat dibentuk positif maupun negative.
  5. Kebijakan public, paling tidak secara positif didasarkan pada hukum dan merupakan tindakan yang bersifat memerintah

Sifat kebijakan public dibagi-bagi dalam beberapa kategori, yaitu:

  1. Policy demands atau permintaan kebijakan
  2. Policy decisions atau putusan kebijakan adalah putusan yang dibuat oleh pejabat public yang memerintah untuk memberi arahan pada kegiatan kebijakan
  3. Policy statements atau penyataan kebijakan
  4. Policy output atau hasil kebijakan adalah “perwujudan nyata” dari kebijakan public
  5. Policy outcomes atau akibat dari kebijakan adalah konsekuensi kebijakan yang diterima masyarakat, baik yang diinginkan atau yang tidak diinginkan, yang berasal

Pendekatan dalam Studi Kebijakan public

          Beberapa scholars ilmu politik mengembangkan berbagai pendekatan teoretis dalam studi kebijakan public. Secara singkat pendekatan teoretis tersebut, adalah teori sistem (system theory), teori kelompok (group theory), dan teori kelembagaan (institutionalism).

Teori Sistem

Kegunaan teori sistem untuk studi kebijakan public dibatasi oleh sifatnya yang sangat umum. Hal tersebut dikatakan tidak banyak memperhatikan bagaimana keputusan dibuat dan bagaimana kebijakan dikembangkan dalam “kotak hitam” (black box) yang disebut sistem politik.

Teori Elit (Elite theory)

Kebijakan public dapat dianggap sebagai nilai dan pilihan dan pilihan elit pemerintah semata. Penjelasan poko dari teori elit adalah bahwa kebijakan public tidak ditentukan oleh “masa” melalui permintaan dan tindakan mereka tetapi kebijakan public diputuskan oleh suatu elit yang mengatur dan dipengaruhi oleh instansi pejabat public.

Teoti elit memusatkan perhatian pada tugas elit dalam pembentukan kebijakan dan pada kenyataannya bahwa dalam sistem politik orang yang memerintah jauh lebih sedikit dari pada orang yang diperintah.

Teori Kelompok (Group Theory)

Sesuai dengan kelompok teori sistem, kebijakan public merupakan hasil perjuangan kelompok-kelompok.

Pada area ini kebijakan public sewaktu-waktu akan mencerminkan kepentingan kelompok domonan, serta sebaliknya pada kelompok yang tidak dominan.

Teori kelompok ketika memusatkan perhatiannya pada salah satu unsur penggerak utama dalam pembentukan kebijakan khususnya dimasyarakat majemuk seperti di Ameika Serikat dan di Eropa Barat, terlihat terlalu menonjolkan kepentungan kelompok disatu sisi, dan meremehkan peran kreatif dan independen yang dimainkan pejabat public dalam proses kebijakan, disisi yang lain.

Teori Proses Fungsional (Funcsional Process Theory)

Cara lain untuk memahami studi pembentukan kebijakan adalah melihat pada bermacam-macam aktifitas fungsional yang terjadi dalam proses kebijakan. Harold Lasswell (1956) memberikan skema yang melibatkan tujuh kategori analisis fungsional yang akan bertindak sebagai dasar pembahasan disini.

  1. Intelegensi yaitu bagaimana interaksi kebijakan yang menjadi perhatian dari pembuat kebijakan dikumpulkan dan diproses.
  2. Rekomendasi yaitu bagaimana rekomendasi (atau alternative) yang sesuai dengan masalah dibuat dan ditawarkan.
  3. Preskripsi yaitu bagaimana aturan umum dipakai atau diumumkan dan digunakan oleh siapa?
  4. Invokair yaitu siapa yang menentukan apakah perilaku yang ada bertentangan dengan peraturan atau hukum.
  5. Aplikasi yaitu bagaimana hukum atau pertaturan yang sesungguhnya dilaksanakan atau diterapakan.
  6. Penghargaan yaitu bagaimana pelaksanaan kebijakan keberhasilan atau kegagalan diukur.
  7. Penghentian yaitu bagaimana peraturan atau hukum dihentikan atau diteruskan dengan bentuk yang diubah atau diperbaiki.

Teori Kelembagaan (Institutionalism)

Studi kelembagaan pemerintah merupakan salah satu perhatian ilmu politik yang tertua. Kehidupan politik umumnya berkisar pada lembaga pemerintah seperti: Legislatif, eksekutif, pengadilan, dan partai politik. Lebih jauh lagi kebijakan public awalnya berdasarkan kewenangannya ditentukan dan dilaksanakan oleh lembaga pemerintah.

Kelembagaan, dengan tekanan pada aspek kelembagaan formal atau struktural dapat dipakai dalam analisis kebijakan public. Suatu lembaga merupakan sekumpulan pola dan perilaku manusia yang diatur dan berlansung sepanjang waktu (beberapa orang, tentu saja yang tidak sempurna, berusaha menyamakan lembaga-lembaga dengan struktur fisik dimana dia berada).

Masing-masing teori menitikberatkan pada aspek politik dan pembuatan kebijakan yang berada dan dirasakan lebih bermanfaat untuk tujuan atau situasi tertentu.

Formulasi, Implementasi, dan Evaluasi sebagai suatu Proses Kebijakan Publik

Formulasi kebijakan atau disebut juga dengan perumusan kebijakan dapat dipandang sebagai kegiatan awal dari suatu rangkaian kegiatan dalam proses kebijakan public. Perumusan kebijakan banyak dikatakan sebagai penentu masa depan suatu kehidupan (tertentu) apakah ia akan bergerak kearah yang lebih baik atau sebaliknya.

Karena itu untuk merumuskan masalah dengan benar ada beberapa langkah yang dapat dilakukan, salah satunya ialah yang disampaikan oleh William Dunn (1999:226) problem search (pencarian masalah), problem definition (pendefinisian masalah), problem specification (penspesifikasi masalah), dan problem sensing (pengenalan masalah).

 

CONTOH SURAT KUASA

Posted on

PEMERINTAH KOTA PONTIANAK

DINAS PENDIDIKAN

SMK NEGERI 3 PONTIANAK

Alamat : Jalan Jendral S. ParmanTelp. (0561) 733870 Pontianak


  SURAT KUASA

No : 360/I25.KP/2014

 

Yang bertanda tangan dibawah ini :

 

Nama     : Dra.Hj.Wardah Suhana, M.MPd

Jabatan : Kepala Sekolah SMK Negeri 3 Pontianak

 

dengan ini memberi kuasa kepada :

Nama     : Dra.Diah Indri Sari

Jabatan :   Wakil Kepala Sekolah Bagian Kurikulum

 

Untuk dan atas nama pemberi kuasa mengurus :

  1. Menangani semua kegiatan/pekerjaan yang ada di sekolah,
  2. Menandatangani surat masuk dan keluar yang berhubungan dengan tugas dinas,
  3. Mengadakan hubungan keluar sekolah selama berkaitan dengan kedinasan,dan
  4. Surat kuasa ini berlaku selama kami mengambil cuti besar atau belum dapat melaksanakan tugas.

Demikian surat kuasa ini kami buat agar dapat dipergunakan sebagaimana mestinya.

07 Januari 2014

Penerima Kuasa,                                                                                                         Pemberi Kuasa,

 

 

Dra.Diah Indri Sari                                                                                                     Dra.Hj.Wardah Suhana,M.MPd

NIP 19870617 200703 2007                                                                                      NIP 19590502 198703 2003

ADMINISTRASI PUBLIK (MAKALAH ADMISTRASI PERTANAHAN DI KOTAMADYA BANDUNG )

Posted on

MAKALAH

ADMISTRASI PERTANAHAN DI KOTAMADYA BANDUNG

(ILMU ADMINISTRASI PUBLIK)

 

DOSEN: Dr. YULIUS YOHANES, M. SI

 

 

DIKELOLA OLEH:

DIAH INDRI SARI

E1011141084

ILMU ADMINISTRASI NEGARA (C)

 

 

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS TANJUNGPURA PONTIANAK

2015

KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan segala rahmat dan karunia-Nya sehingga makalah ini berhasil diselesaikan tepat pada waktunya. Adapun judul makalah ini adalah “Administrasi Pertanahan Di Kotamadya Bandung”. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas ujian tengah semester mata kuliah Ilmu Administrasi Publik.
Diharapkan makalah ini bermanfaat untuk menambah pengetahuan mengenai sistem administrasi pertanahan di daerah. Sehingga dapat dijadikan bahan dalam pencapaian reforma agraria secara menyeluruh di seluruh Indonesia.
Saya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu saya mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun untuk lebih menyempunakan makalah ini. Akhir kata saya ucapkan semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk ke depan.
Pontianak, 09 Desember 2014
Penyusun,

 

 

Diah Indri Sari

 

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………………………………………………………………………………………………..i

DAFTAR ISI……………………………………………………………………………………………………………ii

BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang…………………………………………………………………………………………………….1

B.Rumusan Masalah……………………………………………………………………………………………….2

BAB II

PEMBAHASAN KEGIATAN ADMINISTRASI

A.Proses………………………………………………………………………………………………………………..3

  1. Dasar Hukum………………………………………………………………………………………………..3
  2. Faktor-faktor yang menyebabkan meningkatnya kebutuhan tanah…………………….4
  3. Pelaksanaan Tugas Pertanahan Di kotamadya Bandung……………………………………5
  4. Masalah Tanah perkotaan………………………………………………………………………………5
  5. Segi-segi umum perkotaan……………………………………………………………………………..5
  6. Kondisi di Kotamadya Bandung……………………………………………………………………..6
  7. Tugas Pokok dan fungsi Kantor Pertanahan Kotamadya Bandung……………………..7
  • Permohonan pendaftaran sertifikat tanah asal milik adat(konversi)…………………..7
  • Permohonan Pengakuan/Penegasan Hak………………………………………………………..9
  • Permohonan pengukuran……………………………………………………………………………..10
  • Pendaftaran Surat Keputusan Pemberian/Penegasan Hak……………………………… 11
  • Permohonan sertifikat pengganti karena hilang………………………………………………11
  • Permohonan sertifikat pengganti karena rusak……………………………………………….12
  • Permohonan sertifikat pemisahan (murni)…………………………………………………….12
  • Permohonan sertifikat pemisahan (balik nama)……………………………………………..13
  • Permohonan sertifikat penggabungan (murni/balik nama)……………………………..13
  • Permohonan pendaftaran surat keputusan pembatalan sertifikat…………………….13
  • Permohonan sertifikat rumah susun……………………………………………………………..14
  • Permohonan SKPT pengecekan atas Buku Tanah…………………………………………..14
  • Permohonan SKPT untuk permohonan

Hak atas tanah yang sudah terdaftar…………………………………………………………………….14

  • Permohonan Surat Keterangan untuk

permohonan hak atas tanah yang belum

terdaftar (Tanah Negara Bebas)……………………………………………………………………………15

  • Permohonan pencatatan/pencabutan sita dan SKPT untuk lelang………………….15
  • Permohonan roya/roya dengan penggantian

sertifikat karena pemekaran wilayah……………………………………………………………………15

  • Pendaftaran balik nama karena peralihan hak/jual-beli………………………………..16
  • Pendaftaran Hak karena Hibah…………………………………………………………………..17
  • Pendaftaran/balik nama asal dari lelang………………………………………………………18
  • Pendaftaran peralihan hak karena warisan……………………………………………………18
  • Pendaftaran karena inbreng

(pemasukan kekayaan perusahaan) hak atas tanah………………………………………………19

  • Pendafatran pemindahan hak dalam kedaan tanah

dibebani Hypotheek/Crediet Verband (hak tanggungan)………………………………….19

  • Permohonan pendaftran

Hypotheek/ Crediet Verband (hak tanggungan)……………………………………………………..20

  • Penghapusan disertai pendaftaran Hypotheek/ Crediet Verband……………………..20
  • Penghapusan (roya) dilanjutkan balik nama…………………………………………………..21
  • Permohonan hak atas tanah…………………………………………………………………………21
  • Permohonan pembebasan tanah………………………………………………………………….22
  • Permohonan pembatalan hak………………………………………………………………………26
  • Permohonan izin pemindahan/peralihan hak……………………………………………….28
  • Permohonan aspek penatagunaan tanah………………………………………………………30
  • Permohonan izin lokasi dan pembebasan tanah…………………………………………….30
  1. Pelaksanaan pensertifikatan massal (PRONA)………………………………………………34

B.Hasil……………………………………………………………………………………………………………….35

BAB III

PENUTUP

A.Kesimpulan Proses…………………………………………………………………………………………..36

B.Kesimpulan Hasil/Tujuan…………………………………………………………………………………37

 

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………………………………….38

 

 

BAB I

PENDAHULUAN

  1. Latar Belakang

Pengertian Administrasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang disusun oleh

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan R.I. Tahun 1989 diuraikan sebagai :

“ Usaha dan kegiatan yang meliputi penetapan tujuan serta penetapan tujuan serta penetapan cara-cara penyelenggaraan, pembinaan organisasi” atau usaha dan kegiatan yang berkaitan dengan penyelenggaraan kebijaksaan untuk mencapai tujuan” atau” Kegiatan yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintahan” juga diartikan “Kegiatan kantor dan Tata Usaha”.

Sebagai perbandingan kita kutip pendapat Drs. Dann Sugandha, MPA dalam bukunya “Kepemimpinan dalam Administrasi” mengartikan “Administrasi adalah organisasi dan management dari semua sumbernya agar secara berdaya guna dan berhasil guna dapat dicapai tujuan yang telah ditentukan”.

Sedangkan yang dimaksud pertanahan disini adalah suatu kebijaksanaan yang digariskan oleh pemerintah didalam mengatur hubungan hukum antara tanah dengan orang sebagaimana yang ditetapkan oleh Undang-undang Dasar 1945 dan dijabarkan dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun1960 yang dikenal dengan UUPA sehingga administrasi pertanahan adalah suatu usaha , suatu kegiatan organisasi dan manajemen yang berkaitan dengan penyelenggaaan kebijaksanaan pemerintah di bidang pertanahan dengan mengerahkan sumber daya untuk mencapai tujuan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Tanah memiliki peran yang sangat penting artinya dalam kehidupan bangsa Indonesia ataupun dalam pelaksanaan pembangunan nasional yang diselenggarakan sebagai upaya berkelanjutan untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Oleh karena itu, pengaturan penguasaan, pemilikan dan penggunaan tanah perlu lebih diarahkan bagi semakin terjaminnya tertib di bidang hukum pertanahan, administrasi pertanahan, penggunaan tanah, ataupun pemeliharaan tanah dan lingkungan hidup, sehingga adanya kepastian hukum di bidang pertanahan pada umumnya dapat terwujud.
Kantor Pertanahan yang merupakan salah satu kantor “public service” yang bersifat tunggal (tidak ada saingan) harus mampu memberikan kepuasan pada pelanggan dimana tugas utamanya yaitu pelayanan masyarakat di bidang administrasi pertanahan yang meliputi fungsi-fungsi sebagai berikut : pengaturan penguasaan tanah, penatagunaan tanah, hak-hak atas tanah, pengukuran dan pendaftaran tanah, informasi pertanahan.
Saat ini, dalam rangka mewujudkan kinerja yang lebih baik, Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia (BPN RI) telah membentuk kebijakan-kebijakan mengenai sistem administrasi pertanahan yang seharusnya dapat terlaksana dengan baik secara- menyeluruh pada setiap kantor pertanahan-kantor pertanahan di seluruh Indonesia sesuai- dengan kedudukan BPN RI dalam Perpres No. 10 Tahun 2006.

  1. Rumusan Masalah
  2. Apa saja dasar-dasar hukum yang harus dilandasi ketika pelaksanaan administrasi tanah?
  3. Apa faktor-faktor yang menyebabkan meningkatnya kebutuhan tanah?
  4. Bagaimana pelaksanaan tugas pertanahan di Kotamadya Bandung?

 

BAB II

PEMBAHASAN KEGIATAN ADMINISTRASI

  1. Proses
  2. Dasar Hukum

Pelaksanaan Administrasi pertanahan yang dijlankan pemerintah sehari-hari dilaksanakan oleh jajaran Badan Pertanahan tidak lepas dari dasar-dasar hukum yang melandasinya,yaitu:

  1. Landasan idiil             : –     Pancasila
  • Undang-undang Dasar 1945
  1. Landasan operasional :  –     Undang-undang No. 5 Tahun 1960

(Undang-undang No. 104 Tahun 1960)

Beserta peraturan-peraturan pelaksanaannya.

  • Tap MPR No.II/MPR/1983
  • Keputusan Presiden No. 7 Tahun 1979 tentang Catur Tertib Pertanahan.

Keputusan Presiden No. 7 Tahun 1979 merupakan landasan pokok kebijaksanaan pertanahan yang bermaksud untuk menata kembali penguasaan,pemilikan dan penggunaan tanah akan tercipta suasana yang menjamin terlaksananya pembangunan baik yang ditangani Pemerintah maupun sektor swasta. Dengan tujuan untuk meningkatka jaminan kepastian hukum hak-hak ats tanah, kelancaran pelayanan dibidang pertnahan yang tepat , murah dan cepat serta terjangkau oleh segenap lapisan masyarakat, meningkatkan saya dan hasil guna tanah agar lebih bermanfaat bagi kehidupan, penghidupan kita, kualitas lingkungan hidup dengan tidak meninggalkan usaha-usaha kelestarian sumber daya alam,mencegah pemborosan,sadar, bertanggung jawab dan cinta lingkungan.

Catur tertib pertanahan sebagai landasan operasioanal tersebut adalah:

  • Tertib Hukum Pertanahan

Upaya untuk menumbuhkan kepastian hukum pertanahan sebagai perlindungan terhadap hak-hak ats dan penggunaannya, agar terdapat ketentraman masyarakat dan mendorong gairah membangun.

  • Tertib Administrasi Pertanahan

Upaya memperlancar setiap usaha dari masyarakat yang menyangkut tanah terutama dengan pembangunan yang memerlukan sumber informasi bagi yang memerlukan tanah sebagai sumber daya, nuang dan modal.

Menciptakan suasana pelayanan dibidang pertanahan agar lancar, tertib, murah, cepat dan tidak berbelit-belit dengan berdasarkan pelayanan umum yang adil dan merata.

  • Tertib Penggunaan Tanah

Tanah harus benar-benar digunakan sesuai dengan kemampuannya untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat (pasl 33 ayat(3) ) dengan memperhatikan kesuburan dan kemampuan tanah.

  • Tertib Pemeliharaan Tanah dan Lingkungan Hidup

Merupakan upaya untuk menghindarkan kerusakan tanah,memulihkan kesuburan tanah dan menjaga kualitas sumber daya alam, pencegahan pencemaran tanah yang dapt menurunkan kualitas tanah dan lingkungan hidup baik karena alam atau tingkah laku manusia.

Tertib pemeliharaan tanah ini merupakan kewajiban setiap orang/Badan Hukum/Instansi Pemerintah.

  1. Faktor-faktor yang menyebabkan meningkatnya kebutuhan tanah

Masalah yang paling mendasar yang dihadapi bidang pertanahan adalah suatu kenyataan bahwa persediaan tanah yang selalu terbatas sedangkan kebutuhan manusia akan selalu meningkat.

Faktor-faktor yang menyebabkan meningkatnya kebutuhan akan tanah adalah :

  1. Pertumbuhan penduduk
  2. Meningkatnya kebutuhan penduduk akan ruang sebagai akibat peningkatan kualitas hidup
  3. Meningkatnya fungsi kota terhadap daerah sekitarnya
  4. Terbatasnya persediaan tanah yang langsung dapat dikuasai atau dimanfaatkan
  5. Meningkatnya pembangunan
  6. Pelaksanaan Tugas Pertanahan Di kotamadya Bandung
  7. Masalah Tanah perkotaan

Seperti telah dikemukakan dimuka bahwa kebutuhan tanah diperkotaan terus meningkat dan masalah yang dihadapi umumnya di kota-kota besar adalah bersumber dari pertumbuhan penduduk msupun pertumbuhan karena urbanisasi.

Urbanisasi timbul akibat hasil-hasil pembangunan yang berwujud terciptanya pusat-pusat ekonomi terutama diperkotaan.

Padatnya penduduk kota lebih merupakan beban bagi pemerintah kota. Akibatnya timbul masalah-masalah penguasaan dan penggunaan tanah diperkotaan yang umumnya merupakan benturan kepentingan lokasi pembangunan dengan penggarap/penguasaan tanah dan antara pemilik tanah dengan pihak yang melakukan penguasaanh tanah yang tidak sah.

Di Kotamadya Bandung dimana Pemerintah Daerah memiliki tanah yang luas, sering dihadapkan kepada masalah tersebut. Tanah-tanah negara yang kosong merupakan gejala sosial di perkotaan yang mengundang kerawanan berupa penggunaan tanah tanpa izin yang berhak yang dilarang oleh Undang-undang No. 51 Prp. 1960.

Akibat yang langsung dapat dirasakan adalah timbulnya konflik kepentingan baik yang langsung maupun yang melalui pengadilan.

Administrasi pertanahan di daerah pada umumnya belum tertib. Kecepatan mutasi dan kepemilikan dan penguasaan tanh belumsepenuhnya dapat ditampung melalui sarana administrasi yang tertib.

Dokumen pertanahan masih banyak yang belum terpelihara dengan rapih baik dokumen yang berkaitan dengan tanah maupun yang berkaitan dengan fiskal (Pajak Bumi dan Bangunan).

Dengan dilakukannya inventarisasi tanah perkotaan akan dapat diperoleh data mengenai tanah-tanah hak yang dapt dikenakan pajak dan mana tanah yang masih berstatus tanah negara.

  1. Segi-segi umum perkotaan :
  • Sifat kehidupan kota
  1. Sifat penduduk kota yang anonim/individualistis.
  2. Matapencaharian bersumber kepada bidang jasa dan usaha perdagangan non pertanian.
  3. Dinamika hidup yang tinggi dan masyatrakatnya heterogen.
  4. Berorientasi kepada materi dengan ciri hubungan sosial didsarkan kepada pamrih.
  5. Mudah dijangkiti wabah penyakit.
  • Syarat-syarat umum kehidupan kota
  1. Suasana aman dan tenteram (dari gangguan manusia,kebakaran dan lain-lain).
  2. Tertib (disegala bidang dan urusan).
  3. Lancar (untuk mendudkung mobilitas dan dinamika tinggi).
  4. Sehat (bebas dari penyakit dan lingkungannya bersih).
  5. Kondisi di Kotamadya Bandung

Haryoto Kunto, dalam bukunya, Semerbsk Bunga Di Bndung Raya, P.T. granesia Bndung, 1986, Mencatat bahwa pembangunan kota Bandung yang terletak di dalam “cekungan Bandung” denga ketinggian 725 (tujuh ratus dua puluh lima) m2 di atas permukaan laut, mulai melangkah menuju modernisasi pada tahun 1895 – 1910 ketika sejumlah bangunan perkantoran, bank, dan pertokoan didirikan di pusa kota terutama di sepanjang groote postweg (dari jalan Sudirman, jalan Asia Afrika sekarang).

Kota Bandung baru pada tanggal 01 April 1906 pemperoleh status sebagai “gemeente” dan baru dinyatakan sebagai pemerintah yang otonom pada tanggal 01 oktober 1926 dengan status “staatsgemeente”.

Tercatat pula dalam sejarah bahwa ternyata akibat dibukanya penanaman modal asing oleh Pemerintah Belanda yang dikenal dengan “cultur stelsel” (1830-1870) mengakibatkan rusaknya lingkungan disekitar kawasan Bandung karena okupasi baim dari penanaman modal maupun dari penduduk yang lapar lahan mengakibatkan bencana kekeringan dan banjir. Hal ini yang kemudian mendorong Pemerintah pada waktu itu berupaya menyelamatkan kota Bandung dari bahaya kekurangna air bersih dengan menciptakan “ catchment area” penampung tangkapan air di Bandung Utara.

Administrasi pemerintahan yang semula terdiri dari 4 wilayah yaitu Bojonegara, Karees, Tegallega, dan Cibeunying dengan 16 (enambelas) Kecamatan setelah perluasan menjadi 6 (enam) wilayah yaitu ditambah dengan Wilayah Ujungberung dan Gedebage dengan 26 (duapuluh enam) Kecamatan.

  1. Tugas Pokok dan fungsi Kantor Pertanahan Kotamadya Bandung

Tugas yang utama Pemerintah di bidang Administrasi pertanahan adalah sebagaimana yang diperintahkan Undang-undang N0. 05 Tahun 1960 (Lembaran Negara Tahun 1960 No. 104) tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok agraria, disebut Undang-undang Pokok Agraria (UUPA) Pasal 19 bahw auntuk menjamin kepastian hukum, Pemerintah mengadakan pemdaftaran tanah yang meliputi :

  1. Pengukuran, pemetaan dan pembukuan tanah;
  2. Pendaftaran hak-hak atas tanah dan perolehan hak-hak tersebut;
  3. Pemberian surat-surat tanda bukti hak,yang berlaku sebgai alat pembuktian yang kuat.

Pelaksanaannya adalah seperti yang telah di atur dalam ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961. Jadi baik ada maupun tidak ada permintaan dari masyarakat yang berkepentingan maka kegiatan pendaftaran tanah ini harus berlangsung.

Contoh adalah diselenggarakan Program Pendaftaran Tanah yang disebut dengan “ Proyek Peraturan Pemerintan Nomor 10 Tahun 1961”. Sangat disayangkan upaya pendaftaran tanah yang bersifat masal dan otomatis ini tidak berlanjut karena alasan anggaran yang tidak disediakan lagi oleh Pemerintah.

Khusus untuk tata laksana pendaftaran tanah di dalam memproses harus melakukan kegiatan pencatatan pada daftar sisian dan sejumlah kurang lebih 39(tiga puluh sembilan) Daftar.

Secara rinci jenis-jenis pelayanan tersebut adalah:

  • Permohonan pendaftaran sertifikat tanah asal milik adat(konversi).

Syaratnya adalah:

(1).   Mengisi permohonan (DI 1003)

(2).   Surat segel asal (7,6,hibah,waris dan lain sebagainya) yang dibuat  sebelum 24 september 1960 (Peratutran Menteri Agraria No.2 Tahun 1962 Pasal 2 dan 3 ; tanda bukti hak Pajak Hasil Bumi / VI atau surat pemberian hak dari Insatansi berwenang atau ; sesuai ketentuan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri No. SK. 26/DDA/1970 untuk daerah yang pada tanggal 24-1960 belum dipungut PHB / VI cukup dengan surat-surat asli jual-beli, hibah dan lain sebagainya).

(3).   Kikitir / Kohir/Girik yang dikeluarkan sebelum 24 September 1960 atau fotocopy dari buku C, Desa /Kecamatan yang elah dilegalisir (SK.26/DDA/1970).

(4).   Keterangan Kepala Desa/Lurah yang dikuatkan oleh Camat.

(5).   Surat pernyataan tidak dalam sengketa, tidak dijaminkan dan belum pernah dibuatkan sertifikat, yang dilegalisir oleh Kepala Desa/Lurah dan Camat.

(6).   KTP pemohon yang masih berlaku.

(7).   Surat Keterangan Riwayat Tanah dari Kepala Desa/Camat (1003).

(8).   Surat Keterangan dan Pernyataan Zegel hilang (1002).

(9).   Tanda lunas membayar PBB tahun terakhir.

(10). Membayar biaya pendaftaran (D1 301)

(11). Setelah syarat-syarat 1 s/d 10 lengkap dan selesai dilakukan pengukiran maka permohonan tersebut diumumkan selama 2 (dua) bulan.

Masalah konversi tanah milik adat yang terutama adalah dalam penilaian terhadap dokumen tanah yang di ajukan untuk melengkapi persyaratan permohonan konversi tersebut dan pemohon.

Seperti diketahui syarat untuk konversi yanah milik adat adalah bahwa permohonan harus dapat membuktikan status tanah tersebut sebelum tahun 1960 telah tercatat sebagai tanah milik adat. Juga bukti perolehan (segel, jual beli, hibah dan sebagainya) pada waktu itu dan bukti pembayaran pajak yang disebut kohir (Peraturan Menteri Pertanian dan Agraria (PMPA) No. 2 Tahun 1962 jo. Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri (MDN) No. 26/DDA/1970).

Sebagai data penguji disertakan surat keterangan tiwayat tanah dari Kantor Dinas luar IPEDA, tetapi sejak Menteri Keuangan pada tahun 1987 menegeluarkan surat edaran yang melarang kepada setiap Kanto Pajak untuk mengeluarkan keterangan riwayat tanah, maka kemudian yang menjadi tumpuan adalah keterangan riwayat tanah sari Lurah atau Camat.

Inilah masalahnya sebab ternyata data di Kantor Kelurahan dan Kecamatan tidak selengkap di Kantor Pajak.

Hal ini ditambah lagi kenyataan dimana pengetahuan para pejabat di Kantor Kelurahan/Kecamatan mengenai administrasi pertanahan khususnya mengenai peraturan konversi sangnat kurang, sehingga tidak sedikit dijumpai keterangan-keteranganyang dikeluarkan tidak sesuai dengan isi buku Letter C, atau mengutipnya sehingga bunyi keterangna tersebut menyesatkan, seolah-olah tanah tersebut adalah tanah milik adat sebelum tahun 1960.

  • Permohonan Pengakuan/Penegasan Hak

Untuk Pengakuan /Penegasan hak ini, syaratnya adalah :

  1. Surat Keterangan Tanah yang berisikan riwayat pemilikan/penguasaan tanah secara kronologis, sehingga dapat diketahui siapa pemilik tanah tersebut pada tangga 24 september 1960.
  2. Bukti-bukti perolehan tanah tersebut misalnya:
  • Surat bukti jual-beli, hibah, warisan, tukar-menukar,surat keterangan warisnya.
  • Bagi tanah yang diperoleh karena usaha sendiri sejak pembukaan tanahnya, maka surat keterangan tanah tersebut harus disertai keterangan yang jelas sejak kapan pembukaan tanah tersebut dilakukan dan dibenarkan dari para pemilik yang berbatasan.
  1. Surat pernyataan permohonan bahwa:
  2. Tanah tersebut tidak termasuk hak orang lain.
  3. Tanah tersebut tidak dalm keadaan sengketa
  4. Tanah tersebut tidak dicadangkan penggunaannya untuk sesuatu kepentinghan umum /keperluan tertentu.
  5. Tanah tersebut secara fisik dikuasai/digarap sendiri oleh pemohon dalam bentuk perumahan pertanian yang terpelihara.
  6. Melampirkan gambar situasi dengan terlebih dahulu memasang patok tanda batas.
  7. Pemeriksaan lapangan, oleh Panitia A yang kemudian dituangkan dalam bentuk RISALAH PEMERIKSAAN TANAH.
  8. Bila ada bangunannya dilampirkan Surat Izin Banguannya.
  • Permohonan pengukuran

Berdasarkan Peraturan Menteri Agraria Nomor 10 Tahun 1959 peraturan tentang Tanda-tanda Batas Tanah Milik, Pejabat Pendaftaran Tanah (sekarang Kantor Pertanahan) melakukan pengukuran tanah-tanah milik yang akan dibuat surat ukurnya dilakukan setelah batas-batas tanah tersebtu dipasang dan ditunjukan oleh orang yang berkepentingan. Memasang tanda batas ini dikerjakan atas tanggungan pemohon dan harus memasangnya diatas batas. Keberatan orang yang berkepentingan terhadap tanda batas yang dipasang diajukan kepada pejabat jawatan pendaftaran tanah (Kantor Pertanahan).

Dalam hal terjadi sengketa bats, pengukuran tidak dilakukan sampai masalahnya diselesaikan.

Untuk memudahkan pertanggung jawaban petugas ukur maka untuk hal ini seyogyanya dibuat Berita Acara tidak terlaksananya pengukuran.

Prinsip ini dikenal dengan asas Contradictoire de limitatie (seorang tidak boleh memiliki tanah melibihi haknya).

Dasar ketentuan tata kerja Pendaftaran tanah mengenai pengukuran dan pemetaan diatur dalam Peraturan Menteri Agraria Nomor 6 Tahun 1961 yang menyempurnakan Peraturan Menteri Agraria Nomor 13 Tahun 1959.

Untuk permohonan pengukuran syaratnya adalah:

(1).   Mengajukan [permohonan dengan mengisi dan menandatangani DI (Daftar Isian) 1004.

(2).   Memasang patok-patok

(3).   Menunjukan batas-batas tanahnya dan menandatangani petunjuk batas.

(4).   Membayar biaya pengukuran sesuai dengan Surat Keputusan Gubernur Nomor 1 Tahun 1989

(5).   Menunjukan bukti pemilikan tanah atau penguasaan tanah.

  • Pendaftaran Surat Keputusan Pemberian/Penegasan Hak

Syaratnya dalah sebagai berikut:

  1. Mengis permohonan (DI 1003).
  2. Surat Keputusan Pemberian Hak Asli.
  3. Tanda bukti setoran uang pemasukan kepada negara.
  4. Sertifikat asli asal hak atas tanah.
  5. Surat ukur Gambar/Situasi.
  6. Fotocopy Akta Pendirian Perusahaan (Badan Hukum) atau KTP untuk perorangan.
  7. Fotocopy PBB tahun terakhir.
  8. Membayar biaya permohonan pendaftran.
  • Permohonan sertifikat pengganti karena hilang

Syaratnya adalah:

  1. Mengisi permohonan (DI 1003).
  2. Surat permohonan untuk mendapatkan sertifikat kedua/pengganti.
  3. Surat pernyataan di atas materai yang menyatakan bahwa:
  • Sertifikat tersebut betul-betul hilang.
  • Tidak pernah dijaminkanm kepada Bank atau perorangan baik secara resmi maupun dibawah tangan.
  • Tidak dikuasai pihak lain dan tidak dalam sengketa.
  • Dan kan melaporkan kembali apabila sertifikat hilang tersebut diketemukan.
  1. Surat tanda bukti lapor kehilangan dari kepolisian.
  2. Fotocopy PBB tahun terakhir.
  3. Membayra biaya yang telah ditetapkan.
  4. Kehilangan tersebut berdasarkan Pasal 23 Peraturan Pemerintahan Nomor 10 Tahun 1961 harus diumumkan di dalam surat kabr/harian selam 2 bulan berturut-turut untuk memberi kesempatan kepada mereka yang menaruh keberatan atas pengumuman atas pengumuman kehilanga tersebut.
  • Permohonan sertifikat pengganti karena rusak

Syaratnya:

  1. Mengisi permohonan (DI1003).
  2. Melampirkan sertifikat asli yang rusak.
  3. Surat pernyataan yang menyatakan alasan-alasan bahwa sertifikat tersebut betul-betul rusak dari yang bersangkutan.
  4. Fotocopy PBB tahun terakhir.
  5. Fotocopy KTP pemohon.
  6. Surat Keterangan dari Kepolisian apabila diperlukan.
  7. Membayar biaya yang telah ditetapkan.
  8. Untuk mengganti sertifikat yang rusak tidak perlu pengumuman sepanjang sertifikat tersebut masih dapt merupakan bentuk yang utuh dalam pengertian terbaca identitasnya.
  • Permohonan sertifikat pemisahan (murni).

          Syaratnya adalah:

  1. Mengisi permohonan (DI 1003).
  2. Melampirkan sertifikat asli.
  3. Permohonan sertifikat untuk pemisahan murni dengan alasan-alasannya,untuk pemisahan tidak sempurna dilengkapi Izin dari Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional.
  4. Gambar situasi/Surat Ukur.
  5. Fotocopy KTP.
  6. Fotocopy PBB tahun terakhir.
  7. Membayar biaya yang telah ditetapkan.
  • Permohonan sertifikat pemisahan (balik nama).

Syaratnya adalah:

  1. Pengisi permohonan (DI 1003).
  2. Menyerahkan sertifikat asli.
  3. Akta PPAT (jual-beli, hibah, waris).
  4. Fotocopy KTP.
  5. Fotocopy PBB tahun terakhir.
  6. Membayar biaya yang telah ditetapkan.
  • Permohonan sertifikat penggabungan (murni/balik nama)

Syaratnya adalah:

  1. Pengisi permohonan (DI 1003).
  2. Menyerahkan sertifikat asli yang akan digabungkan.
  3. Menyerahkan akta PPAT (untuk balik nama).
  4. Gambar situasi/SU yang telah digabungkan.
  5. Fotocopy KTP.
  6. Fotocopy surat pelunasan PBB tahun terakhir.
  7. Membayar biaya yang telah ditetapkan.
  • Permohonan pendaftaran surat keputusan pembatalan sertifikat

Syaratnya adalah:

  1. Pengisi permohonan (DI 1003).
  2. Surat Keputusan asli Kepala Badan Pertanahan Nasiaonal yang menyatakan bahwa sertifikat tersebut dibatalkan.
  3. Fotocopy KTP.
  4. Fotocopy surat pelunasan PBB tahun terakhir.
  5. Membayar biaya permohonan sesuai ketentuan yang berlaku.
  • Permohonan sertifikat rumah susun

Syaratnya adalah:

  1. Mengisi permohonan (DI 1003).
  2. Sertifikat tanah bersama yaitu sertifikat Hak Milik., Hak Guna Bangunan diatas Hak Pengelolaan apabila Perum Perumnas.
  3. Ijin layak huni.
  4. Akta pemisahan yang disahkan Walikotamadya KDH Tk. II Bandung.
  5. Akta Jual-beli.
  6. Gambar denah.
  7. Salinan Surat Ukur Tanah Bersama.
  8. Fotocopy KTP.
  9. Fotocopy surat pelunasan PBB tahun terakhir.
  10. Membayar biaya yang ditetapkan.
  • Permohonan SKPT pengecekan atas Buku Tanah.

Syaratnya adalah:

  1. Mengisi permohonan (DI 1003).
  2. Sertifikat asli diperlihatkan.
  3. KTP pemohon.
  4. Membayar biaya yang telah ditetapkan.
  • Permohonan SKPT untuk permohonan Hak atas tanah yang sudah terdaftar

Syaratnya adalah:

  1. Mengisi permohonan (DI 1003).
  2. Grosse Akta atau bukti perolehan ( Eigendom, Erfpacht atau Opstal dan lain sebagainya).
  3. Gambar Ukur/Surat Ukur.
  4. Fotocopy KTP/Akte pendirian apabila pemohon Badan Hukum.
  5. Fotocopy PBB tahun terakhir.
  6. Membayar biaya yang telah ditetapkan.
  • Permohonan Surat Keterangan untuk permohonan hak atas tanah yang belum terdaftar (Tanah Negara Bebas).

Syaratnya adalah sebagai berikut:

  1. Mengisi permohonan (DI 1003).
  2. Surat keterangan dari Desa/Kelurahan/Kecamatan setempat yang menyatakan bahwa tanah tersebut tidak terdapat/terdaftar pada buku Letter C.
  3. Surat Keterangan dan Pemda Tk. II Kotamadya Bandung bahwa tanah tersebut tidak dikuasai/bukan tanah Pemda Instansi lain.
  4. Surat Keterangan dari Kantor Pelayanan PBB yang menyatakan bahwa tanah tersebut tidak termasuk/termasuk dalam buku Letter C.
  5. Surat Keterangan Serba Guna dari Desa yang diketahui Camat, bahwa pemohon betul-betul menghuni/menguasai atas tanah tetrsebut, berdasarkan bukti perolehan yang sah.

Keterangan-keterangan tersebut di atas biasanya diperlukan untuk proses kelengkapan syarat permohonan hak atas tanah.

  1. Fotocopy KTP.
  2. Fotocopy surat pelunasan PBB tahun terakhir.
  3. Membayar biaya yang telah ditetapkan.
  • Permohonan pencatatan/pencabutan sita dan SKPT untuk lelang.

Syaratnya adalah:

  1. Mengisi permohonan (DI 1003).
  2. Sertifikat asli atau fotocopy sertifikat atas tanah yang akan dilelang.
  3. Berita Acara penyitaan dari Pengadilan/BUPLN.
  4. Membayr biaya-biaya yang telah ditetapkan.
  • Permohonan roya/roya dengan penggantian sertifikat karena pemekaran wilayah.

Syaratnya:

  1. Mengisi permohonan (DI 1003).
  2. Surat ketetapan roya dari kreditur.
  3. Sertifikat hypotheek/CV.
  4. Sertifikat hak atas tanah.
  • Pendaftaran balik nama karena peralihan hak/jual-beli.

Syaratnya:

  1. Surat permohonan peralihan hak dengan mengisi formulir (DI 1003).
  2. Akte jual-beli yang dibuat dihadapan PPAT, notaris PPAT, dibuat rangkap 2, satu diantaranya bermaterai cukup.
  3. Membawa sertifikat tanahnya.
  4. Mengisi formulir dan menandatangani untuk mendapat izin Peraliahn Hak (Peraturan Menteri Agraria Nomor 14 Tahun 1961).
  5. Mengisi formulir pernytaan pemilikan tanah yang sudah dipunyai (Surat Keputusan 59/DDA/1970) rangkap dua, diantaranya bermaterai cukup.
  6. Melampirkan surat kewarganegaraan Indonesia/Surat Ganti Nama.
  7. Anggaran Dasar (Badan Hukum), Tambahan Lembaran Negara, Penjual (untuk Badan Hukum).
  8. Surat Kuasa mengurus (bermaterai cukup), jika diurus pihak lain.
  9. Fotocopy KTP/PBB.
  10. Membayar biaya pendaftaran dan peralihan hak (balik nama) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 2 Tahun 1978.

Sejak tanggal 24 September 1989 bentuk Akte PPAT berdasarkna Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 6 Tahun1989, jenis-jenisnya menjadi sebagai berikut :

  1. Akte Jual-beli;
  2. Akte hibah
  3. Akte tukar-menukar;
  4. Akte pemasukan modal;
  5. Akte pemisahan dan Pembagian;
  6. Akte Hypotheek;
  7. Akte Crediet Verband ;
  8. Akte Fiducia
  9. Akte Pemberian Hak diatas Hak Milik.

Pengeluaran dan penjualan akte-akte PPAT sejak tanggal 1 Agustus 1989 berdasarka Surat Edaran Kepala Badan Pertanahan Nasional tanggal 1 Agustus 1989 Nomor. 640-2902 tidak lagi dilakukan secara bebas tetapi dibatasi yaitu hanya PPAT saja yang dapat membeli Akte-akte PPAT setelah mengajukan permintaan secara tertulis kepada Kantor Pos.

Disamping itu berdasarkan Surat Edaran bersama Direktur Jenderal Agraria dan Direktur Jenderal Pajak Departemen Keuangan tanggan 4 Agustus 1986 Nomor. 594. 4/3907/AGR-SE 105/PJ. 7/1986 untuk setiap pembuatan akte PPAT yang bersangkutan wajib melaporkan kepada:

  1. Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya dengan tembusan kepada Kantor Wilayah Badan Pertanahan Provinsi dan Badan Petanahan Pusat.
  2. Kepala Kantor Dinas luar PBB.
  • Pendaftaran Hak karena Hibah.

Syaratnya adalah:

  1. Surat permohonan peralihan hak (DI 1003).
  2. Surat akte hibah yang dibuat dihadapan PPAT/Notaris PPAT setempat.
  3. Membawa sertifikat tanah yang dihibahkan.
  4. Mengisi formulir pernyataan pemilikan tanah yang sudah dipunyai penerima hibah (surat keputusan nomor 59/DDA/1970) rangkap 2, satu diantaranya bermaterai cukup.
  5. Melampirkan surat Kewarganegaraan Indonesia/surat ganti nama KTOP penerima hibah dan pemberi hibah.
  6. Mengisi formulir untuk perijinan peralihan hak (peraturan menteri agraria nomor 14/1961.
  7. Surat kuasa mengurus (bermaterai cukup, jika diurus pihak lain.
  8. Fotokopy tanda lunas PBB.
  9. Membayar biaya pendaftran dan peralihan hak (balik nama)
  10. Untuk hibah wasiat diperlukan penetapan pengadilan sebagai lampiran.
  • Pendaftaran/balik nama asal dari lelang.

Syaratnya adalah:

  1. Surat permohonan pendaftaran (DI 1003).
  2. Surat kutipan otentik berita acara lelang yang dikeluarkan dari kantor lelang negara setempat.
  3. Sertifikat tanah yang dilelang.
  4. Keterangan kewarganegaraan dari pembeli lelang, KTP dari pemilik tanah.
  5. Mengisi formulir penyataan pemilik tanah yang sudah dimiliki (SK 59/DDA/1970) rangkap dua, satu diantaranya bermaterai cukup.
  6. Surat keterangan pendaftaran tanah dari tanah yang dilelang.
  7. Anggaran dasar (badan hukum tambahan lembaran negara.
  8. Surat kuasa mengurus ( bermaterai cukup), jika diurus pihak lain.
  9. Tanda lunas pembayaran PBB.
  10. Membayar biaya pendaftran dan balik nama.
  • Pendaftaran peralihan hak karena warisan.

Syaratnya adalah:

  1. Penerima warisan harus melampirkan surat keterangan warisa yang dibuat oleh instansi/kantor yang berwenang:

Pengadilan negeri atau instansi pemerintah lain yang berkompeten.

  1. Membawa sertifikat tanah yang diwariskan.
  2. Penerima warisan mengis formulir penrnyataan pemilikan tanah yang sudha dipunyai (peraturan negeri agraria nomor 14 tahun 1961).
  3. Surat keterangan kewarganegaraan indonesia,apabila warganegara keturunan.
  4. Foocopy KTP penerima waris,
  5. Tanda lunas pembayaran PBB.
  6. Membayar biayta pendaftaran dan peraliha hak (bali nama).
  • Pendaftaran karena inbreng (pemasukan kekayaan perusahaan) hak atas tanah.

Setiap orang yang memasukan modalnya untuk badan hukum sebagi suatu usah bersama, maka hak atas tanah harus dibalik nama atas namabadan hukum. Dengan persyaratan sebagai berikut:

  1. Permohonan pendaftran (DI 1003).
  2. Untuk sertifikat yang sudah HGB sudah bisa langsung balik nama (sertifikat HGB).
  3. Membawa akte pemasukan modal kekayaan (inbreng) kepada perusahaan ( badan hukum).
  4. Surat pendirian perusahaan (badan hukum).
  5. Fotocopy PBB.
  6. Fotocopy KTP pemilik asal.
  7. Membayar biaya pendaftaran/peralihan hak.
  8. Mengisi formulir penyataan pemilik tanh yang sudah di punyai ( SK 59/DDA/1970) RANGKAP DUA.
  9. Mengisi formulir dan menandatangani untuk mendapat izin peralihan hak (PMA Nomor 14/1961).
  10. Untuk setifikat hak milik harus dilakukan memalui pelepasan hak (proses pelepasan).
  • Pendafatran pemindahan hak dalam kedaan tanah dibebani Hypotheek/Crediet Verband (hak tanggungan).

syaratnya adalah:

  1. Permohonan pendaftaran (DI 1003).
  2. Sertifikat hak yang sedang dibebani (Hypotheek/ Crediet Verband).
  3. Surat izin dari kreditur bahwa tanah tersebut boleh dialihkan dalam kedaan dibebani.
  4. Sertifikat Hypotheek/ Crediet Verband dari kreditur.
  5. Akte peralihan hak.
  6. Izin peralihan hak (PMA Nomor 14 tahun 1961).
  7. Mengisi formulir pernyatan pemilikan tanah yang sudah dipunyai (SK 59/DDA/1970).
  8. Anggaran dasar.
  9. Fotocopy KTP yang masih berlaku.
  10. Fotocopy tanda pelunasan PBB yang terakhir.
  11. Membayar biaya pendaftaran dan peralihan hak (balik nama).
  • Permohonan pendaftran Hypotheek/ Crediet Verband (hak tanggungan).

Syaratnya adalah sebagai berikut:

  1. Pemegang/pemilik sertifikat tanah harus menyerahkan sertifikatnya untuk dicatat karena pembebanan.
  2. Melampirkan akte Hypotheek/ Crediet Verband yang dibuat oleh PPAT, Notaris /PPAT.
  3. Melampirkan surat kuasa memasang Hypotheek/ Crediet Verband.
  4. Membayar biaya pendaftaran/pencatatan.
  5. Surat kuasa untuk menyimpan sertifikat tanah yang menjadi agunan dari kreditur.
  • Penghapusan disertai pendaftaran Hypotheek/ Crediet Verband.

Syaratnya sebagai berikut:

  1. Mengisi formulir (DI 1003).
  2. Membawa sertifikat haknya.
  3. Membawa sertifikat Hypotheek/ Crediet Verband.
  4. Membawa surat pelunasan hutang dari kreditur bahwa beban dari Hypotheek/ Crediet Verband sudah lunas.
  5. Hypotheek/ Crediet Verband dengan membawa akte Hypotheek/ Crediet Verband yang dibuat dihadapan PPAT.
  6. Melampirkan surat kuasa memasang Hypotheek/ Crediet Verband.
  7. Membayar biaya pendaftaran.
  8. Membayar biaya cetak/blanko Hypotheek/ Crediet Verband.
  9. Melampirkan surat kuasa menyimpan sertifikat tanah yang menjadi aguna dari kreditur.
  • Penghapusan (roya) dilanjutkan balik nama.

Syaratnya adalah:

  1. Mengis formulir pendaftaran (DI 1003).
  2. Membawa sertifikat hak atas nama.
  3. Membawa sertifikat Hypotheek/ Crediet Verband dari kreditur.
  4. Membawa surat pelunasan hutang dari kreditur.
  5. Mengajukan permohonan pengukuran (302), jika perlu untuk diukur. Karena ada pemekaran dan perubahan gambar situasi.
  6. Mengis formulir dan mendatangani untuk mendapat izin peralihan hak (PMA NOMOR.14 TAHUN 1961).
  7. Mengisi formulir pernyataan pemilikan tanah yang sudah dipunyai (SK 59/DDA/1970) rangkap dua. Satu diantaranya bermaterai cukup.
  8. Melampirkan surat kewarganegaraan indonesia/surat ganti nama.
  9. Anggaran dasar badan hukum,tambahan lembaran negara.
  10. Surat kuasa mengurus dengan bermaterai cukup jika diurus pihak lain.
  11. Fotocopy KTP yang masih berlaku.
  12. Fotokopy PBB.
  13. Membayar biaya pendaftaran dan peralihan hak ( peraturan menteri dalam negeri nomor 2 tahun 1878).
  • Permoghonan hak atas tanah.

Syaratnya adalah:

  1. Surat permohonan hak
  2. Fotocopy KTP (apabila permohonan perorangan).
  3. Fotocopy akte pendirian badan hukum dan pengesahan dari menteri kehakiman (bila permohon badan hukum).
  4. Fotocopy tanda bukti hak yang pernah ada (sertifikat, kohir, dan lain-lain).
  5. Surat ukur/gambar situasi (bila belum ada lampirkan gambar sket/leger).
  6. Surat keterangan pendaftaran tanah (bila sudah ada).
  7. Bukti perolehan hak secara beruntun sampai kepada pemohon.
  8. Daftar tanah yang telah dipunyai pemohon (apabila tanah yang dimohon untuk pertanian).
  9. Syarat-syarat khusus lainnya yang diperlukan ada kaitannya dengan tanah yang dimohon (seperti izin lokasi,keterangan kepala inspektorat wilayah kotamadya, kepala dinas pendapatan daerah, kepala dinas tata kota dan lain-lain.
  10. Membayar biaya permohonan.
  • Permohonan pembebasan tanah.

          (berdasarkan peraturan menteri dalam negeri nomor 15 tahun 1975 dan nomor 2 tahun 1985)

Syaratnya adalah :

  1. Surat permohonan
  2. Fotocopy KTP
  3. Akte pendirian badan hukum dan pengesahannya dari menterikehakiman.
  4. Izin lokasi dan pembebasan tanah.
  5. Nomor pokok wajib pajak.
  6. Membayar uang muka biaya pembebasan tanah (biaya operasional, administrasi dan honorarium).
  • – untuk kepentingan instansi pemerintah dengan luas tanah tidak lebih dari 5 (lima) Ha.

Proses pengadaan tanah/pembebasan tanah bagi instanti pemerintah yang luasnya tidak melebihi 5 Ha, dilakukan langsung antara instansi yang bersangkutan dengan yang berhak, yang selanjutnya setelah diperoleh kata sepakat diselenggarakan pembayaran ganti rugi langsung dari instanti yang bersangkutan kepada yang berhak dengan di ikuti pembuatan akte pelepasan/penyerahan hak yang dibuat dihadapan/disaksikan oleh camat setempat.

Setelah menerima pemberitahuan dari pemimpin proyek, camat mengadakan penelitian mengenai:

  1. Lokasi peruntukan/penggunaan tanahnya apakah sesuai dengan rencana pembangunan daerah setempat.
  2. Letak, luas, status tanah serta status lain yang ada diatasnya.

Hasil penelitian tersebut segera disampaikan kepada pimpinan proyek dan dalam penelitian tersebut camat mengadakan konsultasi dengan instansi terkait yang bersangkutan. Misal : kantor pertanahan, dinas pekerjaan umum/dinas tata kota.

  • Untuk kepentingan instansi pemerintah dengan luas tanah lebih dari 5 Ha.

Prosesnya adalah sebagai berikut:

  • Setelah permohonan mendpat surat keputusan gubernur kepala daerah tingkat I jawa barat tentang persetujuan lokasi dan izin pembebasan tanahnya maka datang ke kantor pertanahan kabupaten/kotamadya untuk mengajukan permohonan pembebasan tanahnya kepada panitia pembebasan tanah.
  • Kemudian permohonan pembebasan tanah tersebut dibahas dalam rapat panitia.
  • Dilanjutkan dengan peninjauan lokasi ke lokasi.
  • Selanjutnya diadakan penyuluhan kepada masyarakat/para pemilik tanah yang akan terkena proyek tersebut.
  • Kemudian dilaksanakan pengukuran dan invetarisasi:
  • Pengukuran : diaksanakan oleh kantor pertanahan untuk mendapat persil setiap pemilikan yang akan dibebaskan.
  • Inventarisasi : dilakukan oleh instansi berwenang yaitu kantor pertanahan. Dinas pekerjaan umum/dinas pengawas bangunan, dinas pertanian tanaman pangan, kesra (apabila ada kuburan/makam), aparat kecamatan/desa, untuk mendapatkan data-data mengenai subyek hak berikut bukti-bukti pemilikan tanahnya, tegakan di atasnya (bangunan,tanaman, dan lain-lain).

Setelah selesai mengadakan invetarisasi dan pengukuran, maka panitia pembebasan tanah bersama pimpinan proyek(pemohon) mengadakan rapat pembahasan mengenai inventarisasi tersebut.

Kemudian dilakukan lagi musyawarah dengan masyarakat/para pemilik mengenai besarnya ganti rugi dengan berpedoman kepada harga dasar sebagaimana dimaksud dalam peraturan menteri dalam negeri nomor 1 tahun 1975.

Setelah ada kesepakatan mengenai besarnya ganti rugi, maka dibuatkan risalah panitia berikut kelengkapan administrasi pembayarannya (daftar nominatif).

Daftar nominatif para pemilik tanah telah disetujui atau dibuat oleh panitia beserta perincian biaya pembebasan tanah merupakan rincian biaya pengeluaran yang dilampirkan pada surat perincian pembayaran beban sementara sesuai dengan pasal 17 dan pasal 47 keputusan presiden nomor 18 tahun 1981 jo. Surat edaran menteri keuangan tanggal 11 oktober 1980 Nomor D. 15.3.33.26 .

Pelaksanaan pembayaran ganti rugi kepada yang berhak secara langsung oleh pimpinan proyek disaksikan oleh minimal 4 (empat) anggota panitia.setelah itu panitia pembebasan tanah membuat berita acara pelepasan hak dan ganti rugi yang dilampiri suatu daftar kolektif dari pihak-pihak yang telah menerima pembayaran ganti rugi tersebut sekurang-kurang nya rangkap 8.

Apabila panitia dihadapkan kepada suatu keadaan dimana tidak terdapat kata sepakat dengan pihak-pihak maka ia dpat bersikap:

  • Tetap pada keputusan semula atau meneruskan kepada gubernur KDH Tk. I yang bersangkutan untuk diputuskan lebih lanjut disertai dengan pertimbangan-pertimbangannya.
  • Gubernur KDH Tk. I yang bersangkutan dapat memustuskan dengan mengukuhkan putusan panitia atau menentukan lain yang bentuknya mencari jalan tengah yang dapat diterima oleh para pihak.
  • Pengadaan tanah menurut keputusan presiden Nomor 55 tahun 1993

Seperti diketahui pengadaan tanah adalah setiap kegiatan untuk mendapatkan tanah dengan cara memberikan kerugian kepada yang berhak atas tanah tersebut.

Yang dimaksud pemerintah adalah lembaga tertinggi negara, lembaga tertinggi negara, departemen, lembaga pemerintah non departemen dan pemerintah daerah.

Kegiatan pengadaan tanah terdir dari pengadaan tanah untuik swasta (peraturan menteri negara agraria/kepala badan pertanahan nasional nomor 2 tahun 1992 jo. Peraturan menteri dalam negeri nomor 6 tahun 1972 jo. Nomor 5 tahun 1973) dan pengadaan tanah untuk kepentinga instansi pemerintah (keputusan presiden nomor 55 tahun 1973 jo. Peraturan menteri negara agraria/kepala badan pertanahan nasioan nomor 1 tahun 1994). Mekanisme pengadaan tanah di dalam keputusan presiden nomor 55 tahun 1993 tidka terlalu banyak perbedaan dibandingkan tata cara yang ditempuh berdasarkan peraturan menteri dalam negeri nomor 15 1975 tentang tata cara pembebasan tanah.

Kegiatan pengadaan tanah yang luasnya melebihi 1 Ha diselenggarakan dnegan menggunakan fungsi panitia pengadaan tanah yang luasnya tidak lebih dari 1 Ha setelah memperoleh penetapan lokasi,instansi yang bersangkutan dapat secara langsung mengadakan pembelian dengan pemegang hak atas tanah.

Selanjutnya pemimpin proyek/instansi yang memerlukan tanah tidak lagi duduk dalam panitia sebagaimana dalam panitia pembebasan tanah.

Hal lainnya penggantian atas nilai tanah berikut bangunan, tanaman dan/atau benda lain yang terkait dapat berbentuk uang dan/atau tanah, prasarana dan sarana, santunan.

Kegiatan pengadaan tanah di kotamadya Bandung yang melebihi luas 1 Ha, pada umumnya dilakukan untuk keperluan pelebaran jalan (Jl. Sukarno-Hatta, Jl. Terusan Buah Batu-Pasar-Kordon-akses jalan toll-pelurusan dan normalisasi kali serta perluasan/perpanjangan landas pacu bandar udara husen sastranegara). Yang menentukan dalam keberhasilan pelaksanaan kegiatan pengadaan tanah adalah kejelasan dalam pemberian informasi melalui penyuluhan serta ketekunan dlam mencari kesepakatan dalam musyawarah dengan para pemegang hak atas tanah yang terkena pembangunan tersebut.

  • Permohonan pembatalan hak.

Syaratnya adalah:

  • Surat permohonan pembatalan hak.
  • Fotocopy KTP (apabila pemohon perorangan).
  • Fotocopy pendirian Badan Hukum dan pengesahan dari menteri kehakiman (apabila badan hukum).
  • Fotocopy sertifikat
  • Fotocopy SKPT bila sudah ada.
  • Surat keputusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum.
  • Surat-surat lain yang diperlukan yang dapat dijadikan dasar untuk pembatalan hak.

Menyelesaikan masalah sengketa bagi kantor pertanahan adalah salah satu tugas pokok bagian dari pelayanan masyarakat yang berupa penanganan pengaduan dan keberatan-keberatan dari pihak yang berkepentingan yang diajukan kepada kantor pertanahan.

Dari kasus-kasus yang diselesaikan maka pada umumnya masalah/sengketa dapat dibagi dalam:

  • Masalah teknis administrasi secara murni.
  • Masalah sengketa hukum tata usaha negara
  • Masalah sengketa perdata biasa.

Dalam penyelesaian sengketa tersebut prosedurnya adalah dengan melakukan penyelesaian secara administratif terlebih dahulu dengan upaya pendekatan dengan musyawarah bersama para pihak dimana kantor pertanahan bertindak sebagai mediator.

Apabila tidak ada kesepakatan penyelesaian biasanya mereka menempuh proses pengadilan (pengadilan tata usaha negara atau pengadilan negeri).

Jenis-jenis masalah yang sementara ini dapat diinventarisasi di kantor pertanahan kotamadya bandung meliputi:

  • Maslah hak atas tanah,contohnya adalah penyelesaian masalah tanah TNI AU Husein Sastranegara, tanah sekitar kuburan cina cikadut,tanah negara negara eks keppres nomor 32 tahun 1979.
  • Sengketa penguasaan tanah/bangunan antaran pemilik tanah dan penghuni misalnya tanah/bangunan eks P3MB atau PRK5 (Undang-undang nomor 3 Prp. Tahun 1960 dan peraturan presiden kabinet nomor 5/Prk/1965.
  • Sengketa batas antara pemilik tanah dengan pemilik yang berbatasan.
  • Sengketa perdata berupa:

– penjualan tanah lebih dari satu kali.

_ sengketa waris

_sengketa utang piutang dan lain-lain.

  • Masalah pembebasan tanah yang umumnya bersumber kepada besarnya masalah ganti rugi.
  • Masalah-masalah teknis biasa,seperti tumpang tindih lokasi,masalah gambar dan lain sebagainya.
  • Permohonan izin pemindahan/peralihan hak

Syaratnya adalah sebagai berikut:

  • Akte jual-beli/hibah.
  • Permohonan izin balik nama.
  • KTP/Kewarganegaraan/Surat ganti nama
  • Keterangan waris
  • Surat pelunasan PBB.
  • Keterangan kepala desa.
  • Riwayat tanah
  • Pernyataan belum disertifikatkan (yang belum bersertifikat).
  • Pernyataan pemilik tanah (SK 59/DDA/1970).
  • Berita acara pemeriksaan tanah.

Prosedur permohonan izin pemindahan hak berdasarkan peraturan dirjen agraria nomor 4 tahun 1968 telah disederhanakan dan selanjutnya berdasarkan surat keputusan menteri.

Dalam negeri nomor 59/DDA/1970. Ketentuan tersebut disempurnakan lagi yaitu bahwa pendaftaran pemindahan hak atas tnah dapat diselenggarakan “tanpa izin” dari instansi agraria kecuali:

  • Pemindahan hak milik atas tanah pertanian.
  • Pemindahan hak milik atas tanah bangunan jika penerima hak(perorangan termasuk isteri/suami dan anak-anak yang menjadi tanggungan) sudah mempunyai 5 bidang tanah atau lebih.
  • Pemindahan hak guna usaha.
  • Pemindahan hak guna bangunan diatas tanah negara jika penerima hak merupakan badan hukum.
  • Pemindahan hak guna bangunan atas tanah negara jika penerima hak merupakan perorangan yang sudah mempunyai 5 bidang tanah atau lebih (termasuk yang dipunyai isteri/suami dan anak-anak yang amsi dalam tangungan).
  • Pemindahan hak pakai atas tanah negara jiak penerima hak orang asing atau badan hukum.
  • Pemindahan hak pakai atas tanah negara jika penerima hak perorangan WNI yang sudah mempunyai 5 bidang tanah (termasuk yang dipunyai isteri/suami serta anak-anak yang masih menjadi tanggungan).

Selain itu izin pemindahan hak diperlukan apabila dalam surat keputusan pemberian hak atas tanah dimaksud disyaratkan izin pemindahan hak (peratyuran pemerintah nomor 8 tahun 1953).

Demikian juag pemilikan tanah dengan hak milik oleh badan hukum diperlukan izin dari menteri dalam negeri,sekarang kepala badan pertanahan nasional (peraturan pemerintahan nomor 38 tahun 1963).

Mengenai pemindahan hak yang tidak memerlukan izin sebagaimana dimaksud di atas baru diketahui setelah penerima hak memberikan pernyataan secara tertulis mengenai beberapa bidang tanah yang sudah dipunyainya (sehari-hari disebut dengan lembar pernyataan surat keputusan nomor 59/DDA/1970).

Jika penerima hak ternyata sudah mempunyai 5 bidang tanah atau lebih,maka pendaftaran pemindahan haknya masih diperlukan izin menurut peraturan menteri agraria nomor 14 tahun 1961.

Suatu bidang tanah merupakan bidang tanah pertanian atau bangunan ditentukan oleh wujud dan kenyataan pada waktu dilakukan pemindahan hak,bukan oleh tujuan penggunaan tanahnya kemudian. Dan jika penerima hak mempunyai keraguan akan keadaan tanahnya dipersilahkan untuk meminta izin.

  • Permohonan aspek penatagunaan tanah

Syaratnya adalah:

  • Mengisi permohonan (DI 1003).
  • Surat perjanjian penggunaan tanah.
  • Surat-surat tanh fotocopy.
  • Gambar situasi (apabila sudah ada).
  • Fotocopy daftar isian 1003 (untuk izin konversi pengguanaan tanah).
  • Akte pendidian badan hukum (apabila PT, yayasan dan lain-lain).
  • Membayar biaya aspek yang telah ditetapkan.

Dengan berlakunya peraturan menteri dalam negeri nomor 6 tahun 1986 maka faktor tata guna tanah dihapuskan dan diubah dengan aspek tata guna tanah dengan penyederhanaan yaitu disatukan dengan pertimbangan aspek dari dalam risalah untuk kepentingan permohonan hak atas tanah.

  • Permohonan izin lokasi dan pembebasan tanah.

syarat-syarat yang harus dipenuhi adalah sebagai berikut:

  • Surat permohonan.
  • Akte pendirian perusahaan dibuat di notaris dan disahkan oleh menteri kehakiman.
  • Nomor pokok wajib pajak.
  • Tanda anggota real estate indonesia, untuk perumahan
  • Proyek proposal
  • Peta rencana penggunaan tanah/blok plan/site plan.
  • Gambar situasi tanah dimohon (sketsa).
  • Bukti pemilikan tanah (sertifikat, girik, akte jual-beli dan lain-lain).
  • Surat pernyataan:
  1. Kesanggupan membayar ganti rugi atas tanah.
  2. Kesanggupan menyediakan sarana sosial dan fasilitas lingkungan.
  • Surat penrnyataan dari pemilik tanah, yang menyatakan tidak keberatan tanahnya untuk dibebaskan/dibeli.
  • Izin tetangga.
  • Pertimbangan/rekomendasi:
  • Aspek tata guna tanah (PGT).
  • Dinas tata kota.
  • Instansi terkait:
  • Perindustrian;
  • Dinas pekerjaan umum
  • Pertanian, dan lain-lain.
  • PIL/ANDAL apabila diperlukan.
  • Untuk kepentingan instansi pemerintah dengan luas tanah tidak lebih dari 5 Ha, syaratnya adlah sebagai berikut:

Prosedur pembebasan tanahnya adalah sebagai berikut:

  1. Pemohon (instansi pemerintah) terlebih dahulu:
  • Kesesuaian tujuan penggunaan tanah yang diperlukan, dengan rencana pembangunan nasioanal, pembangunan DT I dan pembangunan DT II yang bersangkutan.
  • Harga dasar tanah dikaitkan dengan tersedianya dana dlam DIP.
  • Pengarahan lokasi dengan berbagai alternatif sesuai luas tanah yang dibutuhkan, dalam hal ini tidak diperlukan persetujuan lokasi dan izin pembebasan tanah.

2. Sebelum menentukan pilihan lokasi dimaksud, camat wajib terlebih dahulu memeperoleh pertimbangan dari instansi tehnis kabupaten/kotamadya DT II setempat yaitu kantor pertanahan kotamadya mengenai status dan pertimbangan aspek tata guna tanahnya dan bappeda/DPU/DTK mengenai pengarahan lokasi dan letak tanahnya.

3. Setelah diperoleh lokasi tanah yang pasti,segera diadakan pembebasan tanahnya/pembayaran ganti rugi langsung dari instansi yang bersangkutan kepada yang berhak dihadapan camat setempat.

4. untuk kepentingan instansi pemerintah dengan luas tanah lebih dari  5 Ha dan perusahaan swasta (badan hukum/petrorangan) untuk pembangunan industri,perumahan, jasa dan lain-lain (kecuali pembangunan perumahan fasilitas KPR-BTN/Papan sejahtera yang luasnya tidak melebihi 15 Ha.

Pemohon mengajukan surat permohonan persetujuan lokasi dan izin pembebasan tanah kepada Gubernur KDH TK I Jawa Barat melalui Kakanwil BPN

Propinsi Jawa Barat dengan tembusan disampaikan kepada :

  • Asisten I Setwilda;
  • Ketua Bappeda Prop. DT I Jabar;
  • Walikotamadya KDH TK II;
  • Kepala Kantor Pertanahan Kotamadya dan
  • Instansi/Dinas Kotamadya DT II terkait lainnya.
  1. Berdasarkan surat tembusan yang ditujukan kepada Walikotamadya KDH TK II yang bersangkutan tersebut, maka instansi Dinas DT II yang merupakan sebuah tim mengadakan rapat koordinasi untuk membahas permohonan tersebut.

Di Kotamadya Bandung, tim tersebut terdiri dari :

  • Ketua Bappeda sebagai Ketua tim ;
  • Kepala Kantor Pertanahan, sebagai Sekretaris;
  • Kepala Dinas Tata Kota, sebagai anggota;
  • Kepala Bagian Pemerintahan Umum, sebagai anggota, dan
  • Instansi terkait lainnya, sebagai anggota;
  1. Hasil pembahasan tersebut kemudian dibuatkan berita acaranya yang ditandatangani bersama, sebagai bahan pertimbangan Walikotamadya KDH TK II dalam menandatangani rekomendasi, apabila dipandang perlu, Tim tersebut juga kan mengadakan penelitian/peninjauan ke lokasi yang dimohon.
  2. Kepala kantor pertanahankemudian menyiapkan surat rekomendasi dimaksud setelah diberikan beberapa pertimbangan kemudian dikirimkan kepada ketua Bappeda.
  3. Ketua Bappeda memeriksa dan memberikan pertimbangan pada naskah rekomendasi tersebut dan keudian mengirimkannya kepada sekotda.
  4. Setelah naskah rekomendasi diperiksa dan dipenuhi oleh penerima izin lokasi selanjutnya diterbitkan surat keputusan Walikotamadya dan surat keputusan tersebut adalah sebagai dasar untuk dilaksanakannya pembebasan tanh oleh pemohon melalui panitia pembebasan tanah setempat sebagaimana diatur dalam peraturan menteri dalam negeri nomor 2 tahun 1976.
  1. Untuk perusahaan swasta (perseroan terbatas) yang bergerak dalam pembangunan perumahan dengan fasilitas KPR-BTN/ Papan Sejahtera yang luasnya tidak melebihi dari 15 Ha (peraturan menteri dalam negeri nomor 3 tahun 1987).

Prosedurnya adalah sebagai berikut:

  1. Pemohon mengajukan surat permohonan kepada Walikotamadya KDH TK II Bandung dengan tembusan kepada:
  • Ketua Bappeda Kotamadya DT II Bandung ;
  • Kepala Kantor Pertanahan Kotamadya Bandung;
  • Kepala Dinas Tata Kotamadya DT II Bandung;
  • Kepala Bagian Pemerintahan Unum Kotamadya DT II

Bandung.

  1. Berdasarkan surat tembusan yang ditujukan kepada Kantor Pertanahan Kotamadya Bandung dan Instansi terkait lainnya, maka Kepala Kantor Pertanahan mengundang Tim Izin Lokasi sebagaimana tersebut pada butir a) diatas untuk mengadakan rapat pertimbangan/peninjauan lokasi.
  2. Hasil pembahasan tersebut kemudian dibuatkan berita acaranya yang ditandatangani bersama, sebagai bahan pertimbangan Walikotamadya KDH TK II dalam menandatangani rekomendasi, apabila dipandang perlu, tim tersebut juga akan mengadakan penelitian/peninjauan ke lokasi yang dimohon.
  3. Kepala kantor pertanahan kemudian menyiapkan surat rekomendasi dimaksud setelah diberikan beberapa bertimbangan kemudian dikirimkan kepada ketua Bappeda.
  4. Ketua Bappeda memeriksa dan memberikan pertimbangan pada naskah rekomendasi tersebut dan kemudian mengirimkannya kepada Sekotda.
  1. Pelaksanaan pensertifikatan massal (PRONA)

Prona adalah kegiatan penyelesaian hak atas tanah secara massal sampai dengan penerbitan sertifikat/tanda bukti hak.

Prona identik dengan upaya pemerintah untuk mengangkat masyarakat golongan ekonomi lemah dari segi pemberian kepastian hukum atas tanah dengan biaya yang sebagian disubsidi oleh pemerintah sehingga disebut juga sebagai pensertifikatan dengan biaya murah.

Proses kegiatan dilakukan dengan memperhatikan ketersediaan data sarana dan peta keagrariaan terhadap proses pemberian hak, penegasan hak, konversi hak dan redistribusi landreform,

  1. Penetapan calon peserta PRONA dimulai dengan turunnya petugas untuk melakukan identifikasi dengan berkoordinasi dengan camat/lurah, memilih calon lokasi/prona dan menetapkan calon peserta berdasarkan surat keputusan Bupati/Walikotamadya.
  2. Setelah usulan tersebut disetujui oleh Pimpro Prona Pusat diikuti dengan diperolehnya DIP/petunjuk operasional maka disusun suatu rencana kerja/kegiatan yang terdiri dari:
  • Penyuluhan;
  • Pengumpulan data lapangan/pengukuran;
  • Penelitian data status tanah;
  • Identifikasi/inventarisasi subyek-subyek hak;
  • Pengisi blanko formulir;
  • Penelitian warkah/pengumuman;
  • Pengolahan data;
  • Penyelesaian hak dan pembukaan hak/penerbitan sertifikat;
  1. Hasil

         Hasil:

  1. Bisa lebih mengetahui dan memahami sub-sub yang terdapat dalam administrasi pertanahan.
  2. Dapat menegetahui proses tata cara dalam pengurusan dalam berbagai persoalan pertanahan yang tentunya sudah terstruktur sehingga jika masalah pengurusan tanah tidak terbelit-belit dalam pengurusannya.
  3. Hukum yang mengaturnya sudah jelas tertera di dalam UUD yang sudah dijelaskan di atas. Sehingga masyarakat khususnya warga negara indonesia menyadari hak dan kewajibannya atas tanah dan mematuhi hukum yang mengaturnya.
  4. Orang-orang yang ikut andil dalam administrasi pertanahan masing-masing sudah di bagi tugasnya,sehingga tidak ada lagi yang mengerjakan pekerjaan yang lain selain yang telah diberikan kepadanya dan pekerjaan tersebut tersusun dengan rapi sesuai dengan aturan administrasi.

 

       BAB 3

       PENUTUP

Kesimpulan :

  1. Kesimpulan proses

Dari pembahasan proses administrasi pertanahan pada materi di atas saya dapat menyimpulkan bahwa didalam keseluruhan proses terdapat banyak sub yang didalamnya terdapat syarat-syarat yang dapat menunjang kelancaran proses administrasi pertanahan tersebut. Kegiatan administrasi pertanahan dibentuk guna agar kegiatan administrasi pertanahan berjalan dengan lancar dan terstruktur di dalam pelaksanaannya. Bila tidak ada struktur administrasi di dalam pertanahan, maka di dalam pembagian tugas tidak akan terlaksana dengan baik dan teratur.

  1. Kesimpulan hasil kegiatan/tujuan

Administrasi pertanahan di Kotamadya Bandung merupakan suatu model kegiatan manajemen pertanahan wilayah perkotaan dimana kota Bandung sebagai ibukota Propinsi Jawa Barat sedang mulai bergerak ke arah bentuk kota metropolitan.

Masalah-masalah yang akan dihadapi akan semakin kompleks sehingga sedikit demi sedikit perlu mengubah dan menghapus polah mekanismenya.

Contohnya: tata cara pengakuan terhadap bukti-bukti hak atas tanah yang lama yang pengelolaannya masih ada di instansi-instansi di luar kantor pertanahan. Seperti misalnya tanda-tanda bukti girik, kohis dan lain sebagainya perlu ditegaskan bahwa secara hukum sudah bukan merupakan tanda bukti hak atas tanah melainkan hanya bukti pembayaran pajak semata-mata. Hal ini diperlukan karena banyak masyarakat yang dirugikan karena salah anggapan terhadap hal tersebut di atas.

Sebagai akibat dari perkembangan masyarakat kota besar maka sistem pelayanan pertanahan harus dapat dilaksanakan secara lebih terbuka dengan tetap berpedoman kepada prinsip mudah, murah, cepat, dan pasti yang di dukung oleh sumber daya manusia yang memadai dan didukung teknologi yang tepat.

Adapun kesimpulan tujuan dari administrasi pertahan adalah sebagai berikut:

  1. Untuk mengetahui harapan publik mengenai pelayanan administrasi pertanahan di BPN.
  2. Untuk mengetahui proses pelayanan administrasi pertanahan di BPN yang terjadisekarang   ini.

3.Untuk mengetahui upaya-upaya perbaikan yang harus dilakukan BPN untuk memperbaiki pelayanan administrasi pertanahan.

4.Untuk menambah pengetahuan dan wawasan penulis di bidang pertanahan,khususnya pelayanan administrasi pertanahan yang dilakukan oleh BPN

 

Daftar Pustaka:

             Rusmadi Murad, 1997, Administrasi Pertanahan Pelaksanaannya dalam Praktek,

Mandar Maju, Bandung.

 

http://dianagustia.blogspot.com/2010/05/makalah-tentang-sistem-administrasi.html

https://www.scribd.com/doc/29327820/administrasi-pertanahan

http://kangom.blogspot.com/2013/03/tujuan-administrasi-pertanahan.html

 

 

 

Gambar Posted on

Halo dunia!

Posted on

Ini adalah pos pertama Anda. Klik tautan Sunting untuk mengubah atau menghapusnya, atau mulai pos baru. Jika Anda menyukai, gunakan pos ini untuk menjelaskan kepada pembaca mengapa Anda memulai blog ini dan apa rencana Anda dengan blog ini.

Selamat blogging!