POLITIK DAN KEBIJAKAN PUBLIK

Posted on

POLITIK dan KEBIJAKAN PUBLIK

 

Pendahuluan

Merujuk pada pemikiranfilsafat Aristotle (Arestoteles dalam bahasa Indonesia), kebaikan bersama tidak mungkin tercipta tanpa virtus. Virtus diartikan bukan hanya kebajikan semata, tetapi lebih luas dari itu, yakni: keadilan, keberanian, solidaritas, serta kebijaksanaan itu sendiri. Berbagai keutamaan itu bukan hanya dilihat sebagai kualitas Negara-kota pada masa Yunani kuno (polis) yang pernah ada, tetapi suatu tindakan atau tatanan yang membawa kebaikan bersama yang tidak hanya ditetapkan melalui penetapan hukum semata. “Kebaikan bersama” diartikan dalam refleksi Aristotle sebagai tata solidaritas dalam polis itu sendiri. Apa yang bukan kebaikan bersama adalah tindakan atau tatanan yang mempersulit atau pun menghancurkan penciptaan solidaritas dalam polis. Tak mungkin ada kebaikan (atau kehidupan) bersama tanpa virtus.

Dari perpektif idiologi politik tentu segera kita kenali tendensi-tendensi korporatisme-totaliter didalamnya. Lebih lanjut Rousseau menyatakan bahwa sumber moralitas bukan terletak pada diri individu melainkan pada kehendak komunitas (volonte generale). Gagasan ini mengandaikan bahwa kehendak komunitas atau kehendak umum bukan sekedar penjumlahan dari berbagai kehendak pribagi, melainkan suatu tatanan yang punya realitas sendiri.

Dalam konteks sosiologi refleksi ini adalah gejala baru yang muncul pada abad ke-17 yaitu ekonomi dagang baru (guilda) yang menjamur pada skala luas di Inggris serta hampir diseluruh pesisir pantai-pantai di Eropa yang kemudian melahirkan kapitalisme modern.

Politik tidak ingin meninggalkan noktah hitam dalam lembaran sejarah ilmu dengan memberikan argumen-argumen penghalalan segala cara demi terciptanya kebaikan bersama bagi kelompok, petani, komunitas kecil masyarakat, dan yang lainnya yang bersifat komun (minoritas). Karena itu, politik dalam konteks yang lebih baru berusaha untuk tidak hanya membahas tentang persoalan kekuasaan (memperoleh, mempertahankan, dan memperluas kekuasaan) atau teori-teori politik semata atau membahas partai politik saja, tetapi juga membangun pelembagaan kebijakan politik melalui kekuasaan negara demi terciptanya kembali kebaikan bersama.

Konsep-konsep Politik

Merujuk dariapa yang disampaikan oleh Aristotle setidaknya kita mendapatkan beberapa hal penting untuk dapat mendefinisikan apa itu politik.

  1. politik membahas tentang Negara dalam konteks yang lalu dikenal dengan polia. Pembahsan ini khususnya berkonsentrasi pada bentuk ideal dari suati Negara yang kemudian disebut oleh Aristotle sebagai “kota terbaik”? Bagaimana pula interaksi di antara lembaga-lembagamyang ada dalam lingkup Negara? Dan seharusnya. Krena itu para sarjana-sarjana politik selanjutnya ada yg menjelaskan bahwa, “politik (atau ilmu politik) adalah ilmu yang mempelajari Negara, tujuan-tujuan Negara dan lembaga-lembaga yang melaksanakan tujuan itu: hubungan antara Negara dengan warga Negara serta Negara-negara lain” (Saltou, 1961:4). Selain dengan definisi diatas, J.Barents (1965:23) mengungkapkan bahwa, “ilmu politik adalah ilmu yang mempelajari kehidupan Negara yang merupakan bagian dari kehidupan masyarakat dan ilmu politik mempelajari Negara-negara itu melakukan tugas-tugasnya”.
  2. berkaitan dengan yang pertama, maka politik sangat pasti berkaitan dengan kekuasaan. Untuk mewujudkan kota atau Negara terbaik seperti yang diceritakan oleh Aristotle dan pemikir filsafat politik awal, mengenai kebaikan bersama, perlu kiranya kekuasaan dimiliki pihak-pihak yang akan mengelola Negara. Kekuasaan dalam hal ini sangat diperlikan agar sistem-sistem (khususnya sistem politik) yang dibangun dapat sesuai dengan tujuan yang hendak diraih. Karena itu, ada beberapa scholars yang mengutarakan bahwa politik adalah “ilmu yang mempelajari pembentukan dan pembagian kekuasaan” (Laswell dan Kaplan, 1950). Politik sebagai studi yang mempelajari kekuasaan juga disampaikan oleh Deliar Noer (1965:56) seorang scholar politik yang menyatakan bahwa, “Ilmu politik memusatkan perhatian pada masalah kekuasaan dalam kehidupan bersama atau masyarakat. Kehidupan seperti ini tidak terbatas pada bidang hukum semata-mata, dan tidak pula Negara yang tumbuhnya dalam sejarah hidup manusia relatif baru. Di luar bidang hukum serta sebelum Negara ada, masalah kekuasaan itupun telah ada. Hanya dalam zaman modern ini memang kekuasaan itu berhubungan era dengan Negara”. Fleictheim dalam bukunya fundamentals of political science (1952:17) juga menekankan bahwa politik berkaitan dengan kekuasaan dimana menurutnya: “ilmu politik adalah ilmu sosial yang khusus mempelajari sifat dan tujuan dari Negara sejauh Negara merupakan organisasi kekuasaan, beserta sifat dan tujuan dari gejala-gejala kekuasaan lain yang tak resmi, yang dapat mempengaruhi Negara”.
  3. merujuk pada penggambaran Aristotle tentang polis, maka dapat disarikan bahwa politik pun membahas tentang keberadaan warganegara sebagai etitas penting dalam kehidupan bernegara. Etintas yang tentu saja diinginkan oleh Aristotle adalah etintas yang memiliki keseragaman nilai dan tujuan sehingga pencipta tujuan akan mudah untuk dilakukan. Hal ini tentu saja secara implisit menjelaskan pada kita bahwa Negara perlu melembagakan kebijakan public. Pelembagaan kebijakan publik bukan tanpa maksud dan tujuan. Hal yang paling jelas terlihat dari maksud dan tujuan pelembagaan kebijakan publik ialah mengikat subjektivitas individu kedalam subjektivitas kolektif agar tercipta norma-norma dan nilai-nilai yang relative homogen. Karena itu Dvid Easton dalam bukunya The Political System (1971:128) ia mengatakan bahwa “Ilmu polik adalah studi mengenai terbentuknya kebijakan publik”.

Berbicara tentang kebijakan publik, maka tentusaja kita akan bersinggungan dengan apa yang disebut dengan pengambilan keputusan. Pengambilan keputusan ini merupakan proses yang dilakukan oleh pihak yang berwenang dalam suatu Negara untuk menetapkan kebijakan-kebijakan umu yang terkait dengan kebaikan dan kepentingan bersama.

Konsepsional politik akan berkaitan dengan lima hal penting yakni:

  1. Politik bersinggungan dengan usaha-usaha yang ditempuh warganegara untuk membicarakan dan mewujudkan kebaiakan bersama, pendekatan ini dikenal dengan pendekatan klasik. Dalam konteks ini ilmu politik biasanya menggunakan pendekatan filsafat untuk memahami dan mengerti bagaimana kebaikan bersama dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat dapat diperoleh.
  2. Politik berkaitan dengan penyelenggaraan Negara dan pemerintah. Pendekatan ini sering juga disebut denganpendekatan pelembagaan atau pendekata intitusional. Dalam pandangan ini politik dilihat sebagai yang berkaitan dengan
  3. Struktur-struktur kenegaraan yang mempunyai fungsi dan tugasnya yang berbeda.
  4. Penggunaan kekuasaan untuk memonopoli penyelenggaraan Negara dan kepemerintahan tersebut dan.
  5. Penggunaan paksaan fisik dalam rangka mewujudkan tujuan Negara.
  6. Politik bersinggungan dengan segala kegiatan yang diarahkan untuk mencari dan mempertahankan kekuasaan dalam masyarakat. Pandangan kekuasaan berkaitan dengan konsep-konsep, seperti influence (pengaruh), kemampuan untuk mempengaruhi orang lain agar mengubah sikap dan perilakunya secara sukarela . force, penggunaan tekanan fisik, seperti membatasi kebebasan, menimbulkan rasa sakit atau pun membatasi kebutuhan biologis terhadap pihak lain agar melakukan sesuatu. Persuasion (persuasi), kemampuan meyakinkan orang lain dengan argumentasi untuk melakukan sesuatu. Manipulation (manipulasi), penggunaan pengaruh, dimana orang yang dipengaruhi tidak menyadari bahwa tingkah lakunya sebenarnya mematuhi keinginan pemegang kekuasaan. Coercion, peragaan kekuasaan atau ancaman paksaan yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok terhadap pihak lain agar bersikap dan berperilaku sesuai dengan kehendak dengan pihak pemilik kekuasaan, termasuk sikap dan perilaku yang bertentangan dengan kehendak yang dipengaruhi, autbority (kewenangan).
  7. Politik sebagai konflik dalam rangka mencari atau mempertahankan sumber-sumber yang dianggap penting. Pendekatan ini membahas bagaimana konflik menjadi bahan kajian penting dalam ilmu politik. Konflik dalam hal ini dilihat sebagai akibat dari proses intgrasi didalam masyarakat yang tidak tuntas atau tidak terselesaikan, dalam bahasa lain bahwa konflik dapat dianggap sebagai sebuah patologi sosial akibat kegagalan sebuah proses inegrasi didalam suatu masyarakat.
  8. Politik sebagai kegiatan yang berkaitan dengan perumusan dan pelaksanaan kebijakan public, atau disebut oleh Surbakti (1992:27) dengan istilah fungsionalisme. Fungsionalisme memandang bahwa politik sebagai kegiatan formulasi dan implementasi kebijakan public, sehingga pemisahan antara politik dan administrasi public seperti yang diutarakan oleh Nicholas Henry dalam bukunya Public Administration AND Public Affairs (1980) tidak lagi menjadi ketetapan yang pasti. Karena itu akan banyak singgungan politik dengan kebijakan publik.

Mengapa Mempelajari Kebijakan Publik ?

Menurut Thomas R.Dye (1995) dan James Anderson (1984) ada tiga alasan yang melatar belakangi kebijakan publik perlu untuk mempelajari.

  1. Pertimbangan ilmiah (scientific reasons). Kebijakan public dipelajari dalam rangka untuk menambah pengetahuan yang lebih mendalam. Untuk tujuan ilmiah, kebijakan public dapat dipandang baik sebagai variable devenden maupun variable indevenden.
  2. Pertimbangan profesional (professional resons). Don K.Price (1965:122-135) memberikan pemisahan antara scientific-estate yang hanya mencari untuk kepentingan ilmu pengetahuan dengan profesinal-estate atau professional reasons yang berusaha menetapkan ilmu pengetahuan untuk memecahkan masalah sosial ecara praktis.
  3. Pertimbangan politis (political reasons). Kebijakan public dipelajari pada dasarnya agar pada setiap perundangan dan regulasi yang dihasilkan dapat tepat guna mencapai tujuan yang sesuai target. Dalam hubungan pertimbangan politis ini perlu dibedakan antara policy analysis dan policy advicary. Policy analysis pada dasarnya berhubungan dengan pengetahuan tentang sebab dan akibat yang timbul dari suatu kebijakan public (William Dunn, 1999:3). Sedangkan, policy advocacy khususnya berhubungan dengan apa yang harus dikerjakan oleh pemerintah, dengan kemajuan kebijakan tertentu, melalui diskusi, pendekatan, dan aktifitas politik.

Mendefinisi Ulang Kebijakan Publik

Pendefinisian ini berguna untuk menyediakan sarana komunikasi bagi para perumusan dan analisis kebijakan public dikemudia hari manakala mereka melakukan diskusi dalam ruang politis.

Robert Eyestone dalam bukunya The Threads of Public Policy (1971) mendefinisikan kebijakan public sebagai “hubungan antara unit pemerintah dengan lingkungannya”. Namun sayangnya definisi tersebut masih terlalu luas untuk dipahami sehingga artinya menjadi tidak menentu bagi sebagian besar scholars yang mempelajarinya.

Definisi lain menyatakan bahwa, “kebijakan public adalah apa yang dipilih oleh pemerintah untuk dikerjakan atau tidak dikerjakan” (Thomas R.Dye, 1995:1). Lain dari itu, Richard Rose (1969:x) pun rupannya mendefinisikan kebijakan public sebagai, “sebuah rangkaian panjang dari banyak atau sedikit kegiatan yang saling berhubungan dan memiliki konsekuensi bagi yang berkepentingan sebagai keputusan berlainan”.

Definisi lain mengenai kebijakan public oleh Carl Friedrich (1963:79) yang mengatakan bahwa kebijakan adalah, “serangkaian tindakan atau kegiatan yang di usulkan oleh seseorang, kelompok, atau pemerintah dealam suatu lingkungan tertentu idmana terdapat hambatan-hambatan dan kemungkina kesempatan dimana kebijakan tersebut diusulkan agar berguna dalam mengatasinya untuk mencapai tujuan yang di maksud”.

James Anderson (1984:3) memberikan pengertian atas definisi kebijakan pubik, “serangkaian kegiatan yang mempunyai maksud atau tujuan tertentu yang diikuti dan dilaksanakan oleh seorang actor atau kelompok actor yang berhubungan dengan suatu permasalahan atau suatu hal yang diperhatikan”.

Kebijakan public merupakan keputusan politik yang dikembangkan oleh badan dan pejabat pemerintah. Karena itu karakteristik khusus dari kebijakan public adalah bahwa keputusan politik tersebut dirumuskan oleh apa yang disebut David Easton (1979:212) sebagai “otoritas” dalam sistem politik, yaitu: “para senior, kepala tertinggi, eksekutif, legislative, para hakim, administrator, penasehat, para raja, dan sebagainya.

Definisi tersebut dapat disimpulkan beberapa karakteristik utama dari suatu definisi kebijakan public.

  1. Pada umumnya kebujakan public perhatiannya ditunjukan pada tindakan yang mempunyai maksud atau tujuan tertentu dari pada perilaku yang berubah atau acak.
  2. Kebijakan public pada dasarnya mengandung bagian atau pola kegiatan yang dilakukan oleh pejabat pemerintah daripada keputusan yang terpisah-pisah.
  3. Kebijakan public merupakan apa yang sesungguhnya dikerjakan oleh pemerintah dalam mengatur perdagangan, mengontrol inflasi, atau menawarkan perumahan rakyat, bukan apa maksud yang dikerjakan atau yang akan dikerjakan.
  4. Kebijakan public dapat dibentuk positif maupun negative.
  5. Kebijakan public, paling tidak secara positif didasarkan pada hukum dan merupakan tindakan yang bersifat memerintah

Sifat kebijakan public dibagi-bagi dalam beberapa kategori, yaitu:

  1. Policy demands atau permintaan kebijakan
  2. Policy decisions atau putusan kebijakan adalah putusan yang dibuat oleh pejabat public yang memerintah untuk memberi arahan pada kegiatan kebijakan
  3. Policy statements atau penyataan kebijakan
  4. Policy output atau hasil kebijakan adalah “perwujudan nyata” dari kebijakan public
  5. Policy outcomes atau akibat dari kebijakan adalah konsekuensi kebijakan yang diterima masyarakat, baik yang diinginkan atau yang tidak diinginkan, yang berasal

Pendekatan dalam Studi Kebijakan public

          Beberapa scholars ilmu politik mengembangkan berbagai pendekatan teoretis dalam studi kebijakan public. Secara singkat pendekatan teoretis tersebut, adalah teori sistem (system theory), teori kelompok (group theory), dan teori kelembagaan (institutionalism).

Teori Sistem

Kegunaan teori sistem untuk studi kebijakan public dibatasi oleh sifatnya yang sangat umum. Hal tersebut dikatakan tidak banyak memperhatikan bagaimana keputusan dibuat dan bagaimana kebijakan dikembangkan dalam “kotak hitam” (black box) yang disebut sistem politik.

Teori Elit (Elite theory)

Kebijakan public dapat dianggap sebagai nilai dan pilihan dan pilihan elit pemerintah semata. Penjelasan poko dari teori elit adalah bahwa kebijakan public tidak ditentukan oleh “masa” melalui permintaan dan tindakan mereka tetapi kebijakan public diputuskan oleh suatu elit yang mengatur dan dipengaruhi oleh instansi pejabat public.

Teoti elit memusatkan perhatian pada tugas elit dalam pembentukan kebijakan dan pada kenyataannya bahwa dalam sistem politik orang yang memerintah jauh lebih sedikit dari pada orang yang diperintah.

Teori Kelompok (Group Theory)

Sesuai dengan kelompok teori sistem, kebijakan public merupakan hasil perjuangan kelompok-kelompok.

Pada area ini kebijakan public sewaktu-waktu akan mencerminkan kepentingan kelompok domonan, serta sebaliknya pada kelompok yang tidak dominan.

Teori kelompok ketika memusatkan perhatiannya pada salah satu unsur penggerak utama dalam pembentukan kebijakan khususnya dimasyarakat majemuk seperti di Ameika Serikat dan di Eropa Barat, terlihat terlalu menonjolkan kepentungan kelompok disatu sisi, dan meremehkan peran kreatif dan independen yang dimainkan pejabat public dalam proses kebijakan, disisi yang lain.

Teori Proses Fungsional (Funcsional Process Theory)

Cara lain untuk memahami studi pembentukan kebijakan adalah melihat pada bermacam-macam aktifitas fungsional yang terjadi dalam proses kebijakan. Harold Lasswell (1956) memberikan skema yang melibatkan tujuh kategori analisis fungsional yang akan bertindak sebagai dasar pembahasan disini.

  1. Intelegensi yaitu bagaimana interaksi kebijakan yang menjadi perhatian dari pembuat kebijakan dikumpulkan dan diproses.
  2. Rekomendasi yaitu bagaimana rekomendasi (atau alternative) yang sesuai dengan masalah dibuat dan ditawarkan.
  3. Preskripsi yaitu bagaimana aturan umum dipakai atau diumumkan dan digunakan oleh siapa?
  4. Invokair yaitu siapa yang menentukan apakah perilaku yang ada bertentangan dengan peraturan atau hukum.
  5. Aplikasi yaitu bagaimana hukum atau pertaturan yang sesungguhnya dilaksanakan atau diterapakan.
  6. Penghargaan yaitu bagaimana pelaksanaan kebijakan keberhasilan atau kegagalan diukur.
  7. Penghentian yaitu bagaimana peraturan atau hukum dihentikan atau diteruskan dengan bentuk yang diubah atau diperbaiki.

Teori Kelembagaan (Institutionalism)

Studi kelembagaan pemerintah merupakan salah satu perhatian ilmu politik yang tertua. Kehidupan politik umumnya berkisar pada lembaga pemerintah seperti: Legislatif, eksekutif, pengadilan, dan partai politik. Lebih jauh lagi kebijakan public awalnya berdasarkan kewenangannya ditentukan dan dilaksanakan oleh lembaga pemerintah.

Kelembagaan, dengan tekanan pada aspek kelembagaan formal atau struktural dapat dipakai dalam analisis kebijakan public. Suatu lembaga merupakan sekumpulan pola dan perilaku manusia yang diatur dan berlansung sepanjang waktu (beberapa orang, tentu saja yang tidak sempurna, berusaha menyamakan lembaga-lembaga dengan struktur fisik dimana dia berada).

Masing-masing teori menitikberatkan pada aspek politik dan pembuatan kebijakan yang berada dan dirasakan lebih bermanfaat untuk tujuan atau situasi tertentu.

Formulasi, Implementasi, dan Evaluasi sebagai suatu Proses Kebijakan Publik

Formulasi kebijakan atau disebut juga dengan perumusan kebijakan dapat dipandang sebagai kegiatan awal dari suatu rangkaian kegiatan dalam proses kebijakan public. Perumusan kebijakan banyak dikatakan sebagai penentu masa depan suatu kehidupan (tertentu) apakah ia akan bergerak kearah yang lebih baik atau sebaliknya.

Karena itu untuk merumuskan masalah dengan benar ada beberapa langkah yang dapat dilakukan, salah satunya ialah yang disampaikan oleh William Dunn (1999:226) problem search (pencarian masalah), problem definition (pendefinisian masalah), problem specification (penspesifikasi masalah), dan problem sensing (pengenalan masalah).

 

Tinggalkan komentar